Studi: 5,5 persen Balita yang Tinggal dengan Orang Tua Perokok Beresiko Tinggi Menjadi Stunting 

Zuratul 8 Jun 2023, 15:41
Studi: 5,5?lita yang Tinggal dengan Orang Tua Perokok Beresiko Tinggi Menjadi Stunting. (Pixabay/Foto)
Studi: 5,5?lita yang Tinggal dengan Orang Tua Perokok Beresiko Tinggi Menjadi Stunting. (Pixabay/Foto)

RIAU24.COM - Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) atau World No Tobacco Day, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tegaskan rokok menyebabkan stunting pada anak yang akan mempengaruhi masa depan bangsa Indonesia. 

Stunting adalah keadaan anak gagal tumbuh baik secara fisik ataupun kognitif (kemampuan berpikir). Biasanya anak tumbuh lebih pendek dari teman sebayanya. 

Ini terjadi karena anak kurang mendapat asupan gizi seimbang, termasuk ASI dan zat yang merusak sel.

Penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (UI) pada 2018 menemukan balita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh cenderung kurang 1,5 kilogram dari anak-anak yang tinggal dengan orang tua bukan perokok. 

Penelitian tersebut juga menyebutkan 5,5% balita yang tinggal dengan orang tua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi stunting. 

“Kita tahu bahwa angka stunting kita masih tergolong tinggi menurut kategori WHO yaitu di atas 20%, sementara Indonesia masih 21%. Kalau Balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya maka ini menjadi salah satu hambatan kita dalam menurunkan stunting,” ujar Dirjen Endang melalui keterangan yang diterima suara.com, Rabu (7/6/2023).

Berdasarkan penelitian ini, dr. Endang berharap keluarga Indonesia mengalihkan belanjanya dan melakukan prioritas ulang pengeluarannya bukan untuk rokok. 

Apalagi data Global Adult Tobacco Survey mendapati biaya orang dewasa untuk beli rokok di satu keluarga mencapai Rp 382 ribu per bulan.

Dana ini seharusnya bisa dialihkan untuk beli protein hewani yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh agar tidak stunting. 

“Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orang tua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur,” ungkap Endang. 

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Maxi Rein Rondonuwu menambahkan, konsumsi rokok dan hasil tembakau berdampak terhadap sosial ekonomi dan Kesehatan. 

Data Survei Sosial Ekonomi Nasioanl (Susenas) 2021 menemukan pengeluaran untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga. 

“Berdasarkan data tersebut belanja rokok merupakan belanja terbesar kedua di keluarga dan tiga kali lebih tinggi daripada beli telur,” ucap Maxi. 

Rokok, tambah dr. Maxi, jadi persentase pengeluaran keluarga terbesar kedua sebanyak 11,9% baik di perkotaan maupun di pedesaan, dibandingkan untuk mereka yang mengkonsumsi makanan bergizi seperti telur, daging, dan ayam. 

Bagi yang ingin berhenti merokok Kementerian Kesehatan juga memiliki layanan konseling gratis untuk siapapun yang ingin berhenti merokok namun karena alasan tertentu belum bisa datang ke fasilitas kesehatan untuk konsultasi. 

Masyarakat bisa menghubungi nomor berikut : 

Konsultasi Berhenti Merokok :
- Quitline.INA 08001776565
- Pesona Si BeMo : Facebook Messenger @p2ptmkemenkesRI
- Telegram : https://t.me/quitina_bot 
- Website : https://p2ptm.kemkes.go.id/
- Whatsapp : 082125900597 

(***)