KPK Sebut Korupsi Kerap Terjadi karena Dorongan Hedonisme Keluarga yang Gemar Flexing

Zuratul 22 Oct 2023, 12:50
KPK Sebut Korupsi Kerap Terjadi karena Dorongan Hedonisme Keluarga yang Gemar Flexing. (Tangkapan Layar/merdeka.com)
KPK Sebut Korupsi Kerap Terjadi karena Dorongan Hedonisme Keluarga yang Gemar Flexing. (Tangkapan Layar/merdeka.com)

RIAU24.COM -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tindakan rasuah kerap terjadi karena adanya dorongan dari keluarga. 

Kebutuhan pejabat untuk tampil hedon padahal pemasukannya tidak sebanding membuat pencurian uang negara dilakukan.

"Berdasarkan kajian yang KPK lakukan, kasus korupsi terjadi salah satunya karena faktor dorongan keluarga," kata Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi melalui keterangan tertulis, Minggu, 22 Oktober 2023.

KPK menyebut banyak pelaku korupsi mengaku menggunakan uang haram untuk memenuhi kebutuhan mewah keluarganya. 

Maka, pendidikan antikorupsi harus menyasar orang dekat pejabat.

Lembaga Antirasuah berharap keluarga bisa menjadi benteng terkuat mencegah pejabat melakukan korupsi.

"Itu sebabnya, sesama anggota keluarga harus saling mengingatkan. Baik antara suami dan istri maupun antara orang tua dan anak," ucap Kumbul.

Dia menyebut pendidikan antikorupsi bagi keluarga pejabat juga penting untuk menghapus tindakan korup di masa depan. 

Sebab, kata Kumbul, pesan yang diberikan akan disebarkan lagi ke anaknya.

"Termasuk didalamnya menanamkan nilai-nilai integritas antikorupsi pada anak, yang jadi generasi penerus," ujar Kumbul.

Pemberian materi pendidikan antikorupsi kepada keluarga juga dinilai penting karena koruptor kerap mengajak orang terkasihnya dalam melakukan pemufakatan jahat. 

Biasanya, kata Kumbul, agar koordinasi berjalan dengan lancar.

"Pada aspek yuridis, beberapa kasus tipikor yang ditangani oleh KPK berupa kasus yang melibatkan anggota keluarga," kata Kumbul.

Pendidikan antikorupsi bagi keluarga pejabat juga dinilai penting karena penerapan nilai kejujuran di dalam rumah tangga masih minim. Klaim itu didasari studi yang dilakukan KPK.

"Studi KPK juga menunjukkan hanya empat persen keluarga yang sama-sama menerapkan nilai kejujuran untuk diinternalisasi," tutur Kumbul. 

(***)