Harga Rokok Terus Dinakkan di Awal Tahun 2024, Kenapa Perokok Malah Meningkat 8,8 Juta? 

Zuratul 3 Jan 2024, 11:19
Harga Rokok Terus Dinakkan di Awal Tahun 2024, Kenapa Perokok Malah Meningkat 8,8 Juta?.(databoks.katadat.com)
Harga Rokok Terus Dinakkan di Awal Tahun 2024, Kenapa Perokok Malah Meningkat 8,8 Juta?.(databoks.katadat.com)

RIAU24.COM -Pemerintah terus berupaya menekan konsumsi rokok masyarakat di Indonesia. 

Salah satunya, dengan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata sebesar 10 persen dimulai sejak Januari 2024.

Kenaikan CHT 10 persen ini sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 tentang tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

Langkah ini juga merupakan implikasi dari kebijakan kenaikan tarif CHT dua tahun berturut-turut yang ditetapkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir 2022 lalu.

Pada PMK Nomor 191 Tahun 2022 ini, pemerintah memang sudah menetapkan batasan harga jual eceran dan tarif cukai per batang untuk hasil tembakau buatan dalam negeri. 

Di dalam lampiran satu aturan ini berisi batasan harga jual buatan dalam negeri untuk 2023 dan 2024, dan pada lampiran dua untuk produk impor pada 2023 dan 2024.

"Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram dan tarif cukai per batang atau gram Hasil Tembakau buatan dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2024," bunyi Pasal 2 ayat (2) huruf b aturan itu.

Untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan I misalnya, cukai naik 11,8 persen. 

Adapun harga jual eceran terendahnya naik dari Rp2.055 menjadi Rp2.260 per batang.

Lalu, cukai Sigaret Putih Mesin (SPM) Golongan I naik 11,9 persen. 

Harga jual eceran terendahnya naik dari Rp2.165 menjadi Rp2.380 per batang.

Kemudian, cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau SPT Golongan I naik 4,7 persen. 

Dengan begitu, harga jual eceran terendahnya naik dari Rp1.250-Rp1.800 menjadi Rp1.375-Rp1.980 per batang.

Sedangkan, cukai Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF) naik 11,8 persen. 

Harga jual eceran rokok terendah Rp2.260 per batang, sebelumnya Rp2.055 per batang.

Untuk mengurangi konsumsi rokok di rumah tangga miskin, anak, dan remaja, Jokowi juga telah melarang penjualan rokok ketengan. 

Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Maklum, jumlah perokok di Indonesia memang cukup tinggi. 

Berdasarkan hasil survey Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Juni 2022, selama 10 tahun terakhir jumlah perokok naik 8,8 juta orang menjadi 69,1 jiwa.

Adapun pengeluaran rokok masyarakat Indonesia yang sebanyak 69,1 juta orang itu adalah sekitar Rp64 triliun per tahun.

Atlas Tembakau Indonesia pada 2020 melaporkan bahwa semakin miskin masyarakat, maka konsumsi rokoknya semakin tinggi. 

Konsumsi rokok laki-laki tertinggi berada pada kuintil kalangan bawah dengan persentase 82 persen.

Diikuti dengan kuintil menengah bawah sebesar 77,1 persen, kuintil menengah sebesar 73,3 persen, dan menengah atas sebesar 70,2 persen. 

Sementara itu, dari rokok masyarakat dari kuintil atas sebesar 58,4 persen.

Konsumsi rokok yang terbilang tinggi ini juga berkelindan dengan penyakit yang ditimbulkan. Tentu saja, hal ini juga membawa penyakit pada ekonomi RI.

Riset dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan konsumsi rokok menyebabkan kerugian ekonomi, khususnya sistem kesehatan dan keluarga, senilai Rp27,7 triliun.

Studi yang dilakukan 2019 ini mencatat angka yang jauh lebih besar dari penelitian Soewarta Kosen pada 2015.

Pasalnya, penelitian sebelumnya hanya menyebut kerugian ekonomi akibat terganggunya kesehatan imbas rokok hanya sebesar Rp13,7 triliun.

Riset memeriksa sumber permasalahan dalam struktur pembiayaan BPJS Kesehatan dengan mengidentifikasi biaya yang dikeluarkan untuk penyakit-penyakit mematikan namun dapat dicegah yang disebabkan oleh konsumsi rokok.

Dari sana, riset menemukan biaya rawat inap dan perawatan rujukan menjadi komponen pembiayaan tertinggi dengan cakupan mencapai 86,3 persen dan 87,6 persen dari keseluruhan beban biaya BPJS Kesehatan.

(***)