Malaysia Pertimbangkan Tindakan Hukum Terhadap Bank Asing Dalam Kejatuhan Skandal 1MDB

Amastya 23 Jan 2024, 18:15
Logo Goldman Sachs terlihat di lantai perdagangan di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, New York, AS, 17 November 2021 /Reuters
Logo Goldman Sachs terlihat di lantai perdagangan di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, New York, AS, 17 November 2021 /Reuters

RIAU24.COM Malaysia sedang menjajaki kemungkinan memulai proses hukum terhadap bank-bank asing yang terlibat dalam skandal korupsi besar-besaran 1Malaysia Development Berhad (1MDB), menurut Johari Abdul Ghani, ketua satuan tugas pemulihan aset 1MDB.

Sesuai laporan Reuters, Ghani tidak mengungkapkan nama-nama bank asing tetapi menegaskan bahwa mereka gagal melakukan uji tuntas yang memadai sebelum memfasilitasi transfer dana yang terkait dengan dana negara.

Skandal 1MDB, yang melibatkan sekitar $ 4,5 miliar penyelewengan, telah menjerat tokoh-tokoh seperti mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, staf Goldman Sachs, dan pejabat di tingkat tertinggi.

Najib saat ini menjalani hukuman penjara 12 tahun karena perannya dalam skandal itu.

"Gugus tugas 1MDB berkomitmen kuat untuk menangani masalah 1MDB secara transparan dan meminta pertanggungjawaban semua pihak," tegas Ghani dalam sebuah pernyataan.

Dalam perkembangan terkait, Ghani mengungkapkan bahwa Malaysia menanggapi pada 8 November permintaan arbitrase dari Goldman Sachs.

Kedua pihak saat ini sedang dalam proses menyepakati jadwal prosedural.

Goldman Sachs sebelumnya telah menyetujui penyelesaian 3,9 miliar dolar AS pada 2020 untuk menyelesaikan penyelidikan kriminal Malaysia atas keterlibatannya dalam skandal 1MDB.

Namun, perselisihan telah muncul mengenai persyaratan penyelesaian, terutama mengenai klausul pembayaran sementara.

Goldman bersikeras melakukan pembayaran sementara jika Malaysia gagal memulihkan setidaknya US$500 juta dari perusahaan pada Agustus 2022.

Perbedaan ini telah menyebabkan tindakan hukum, dengan Goldman menggugat Malaysia di pengadilan Inggris, menuduh pelanggaran perjanjian penyelesaian. Malaysia dengan keras membantah tuduhan ini.

(***)