Prioritaskan Petani Tebu, Pemerintah Batasi Impor Gula Rafinasi 

Zuratul 21 Sep 2025, 15:23
Prioritaskan Petani Tebu, Pemerintah Batasi Impor Gula Rafinasi. Ilustrasi)
Prioritaskan Petani Tebu, Pemerintah Batasi Impor Gula Rafinasi. Ilustrasi)

RIAU24.COM -Pemerintah menunjukkan komitmennya dalam mendukung keberlanjutan petani tebu nasional melalui sejumlah langkah strategis, mulai dari penyerapan gula petani oleh BUMN dan swasta, hingga pembatasan impor gula kristal rafinasi (GKR) dan etanol yang berdampak langsung pada harga tebu dan produk turunannya.

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa pemerintah akan mengurangi importasi gula rafinasi sebesar 200 ribu ton. 

Gula rafinasi selama ini seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan industri, namun ditemukan beredar di pasar umum yang dapat merusak harga gula konsumsi lokal.

“Pemerintah tentu mendukung petani tebu. Gula rafinasi harus dikendalikan karena ini untuk industri, bukan konsumsi masyarakat. Sudah ditemukan peredarannya di Serang, Banten. Ini harus ditindak,” ujar Arief dalam keterangan usai Rapat Koordinasi Terbatas di Kemenko Pangan.

Ia menjelaskan, pengawasan terhadap peredaran GKR akan diperketat oleh Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, dan penegakan hukum akan dilakukan oleh Satgas Pangan Polri, sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 17 Tahun 2022 yang secara tegas melarang penjualan GKR ke distributor, pedagang, maupun konsumen umum.

Selain itu, Arief memaparkan realisasi penyerapan gula petani yang dilakukan oleh BUMN pangan seperti ID FOOD dan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), serta partisipasi dari pelaku swasta. 

Hingga 10 September 2025, total gula petani yang berhasil diserap mencapai 60,6 ribu ton, terdiri dari:

  • ID FOOD: 31,5 ribu ton
  • Swasta: 22,2 ribu ton
  • SGN: 6,9 ribu ton

Sementara itu, sisa gula petani yang belum terserap masih sebesar 21,3 ribu ton, dan terdapat pengajuan tambahan sekitar 30 ribu ton, sehingga total target penyerapan menyentuh angka 112 ribu ton.

“Kita tidak ingin petani enggan menanam tebu karena gulanya tidak laku. Sekarang sisanya tinggal 21 ribu ton. Kita minta juga swasta ikut menyerap,” kata Arief.

Lebih lanjut, menurut proyeksi Neraca Gula Konsumsi per 2 September 2025, puncak produksi gula nasional terjadi pada bulan September dengan estimasi mencapai 777,6 ribu ton. 

Sepanjang tahun, total produksi gula kristal putih diprediksi mencapai 2,5 juta ton, dan jika ditambah stok awal dan impor raw sugar, total pasokan nasional 2025 akan menyentuh 4,1 juta ton.

Sementara kebutuhan konsumsi gula dalam negeri hanya sekitar 2,8 juta ton, sehingga diperkirakan akan ada kelebihan pasokan atau surplus sebesar 1,3 juta ton hingga akhir tahun.

“Kalau sudah ada surplus 1,3 juta ton, maka tidak perlu ada impor. Ini sedang kita dorong agar betul-betul diatur neracanya,” tegasnya.

Arief juga menyoroti potensi terganggunya industri pengolahan tebu jika tetes tebu, yang merupakan produk samping dari proses produksi gula, tidak terserap. Tetes ini umumnya digunakan untuk produksi etanol. 

Namun, bila etanol diimpor dalam jumlah besar, maka tetes lokal tidak laku dan dapat menghambat operasional pabrik gula.

“Tetes itu bukan limbah, tapi produk bernilai. Kalau tangki penyimpanannya penuh karena etanol diimpor, maka pabrik tak bisa giling tebu. Ini bahaya,” kata Arief.

Untuk itu, dalam rapat koordinasi tersebut, Arief juga mengusulkan pembatasan impor etanol, agar petani dan pabrik gula tetap memiliki pasar yang sehat. 

Ia menyebut Menteri Perdagangan berkomitmen akan melakukan kajian dan menyusun formula pengendalian impor etanol ke depan.

“Intinya, kebijakan pangan kita harus kembali ke ekonomi kerakyatan, sesuai visi Presiden Prabowo. Kita bangun ekosistem pangan dari hulu sampai hilir yang berpihak pada petani,” pungkas Arief.

(***)