Perempuan Dirudapakda! Jenderal Tertinggi Sudan Tolak Gencatan Senjata, Pilih Balas Dendam pada RSF
RIAU24.COM - Panglima Tertinggi Militer Sudan jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan militer telah menolak usulan gencatan senjata dari Amerika Serikat.
Pihaknya bertekad untuk balas dendam kepada kelompok paramiliter Rapid Support Foces (RSF) yang telah menguasai sebagian besar wilayah barat dan membantai banyak warga sipil.
Pengumuman jenderal tertinggi Sudan itu muncul setelah pertemuan darurat Dewan Pertahanan Militer pada hari Kamis, yang diketuai olehnya, untuk membahas situasi keamanan di Sudan.
Dalam sebuah pernyataan, dewan tersebut menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah AS atas upayanya untuk mengakhiri perang saudara Sudan.
"Dewan telah memutuskan untuk menggalang dukungan rakyat Sudan di belakang angkatan bersenjata guna melenyapkan milisi pemberontak sebagai bagian dari mobilisasi umum dan upaya negara untuk mengakhiri pemberontakan ini," kata dewan tersebut.
Jenderal Burhan, yang juga menjabat sebagai kepala pemerintahan de facto Sudan, telah berjanji untuk mengalahkan RSF dan membalas dendam untuk banyak warga sipil yang telah dibunuh.
"Kami akan membalas dendam atas setiap martir yang mengorbankan nyawa mereka dalam Pertempuran Martabat, dan kami akan membalas dendam atas mereka yang terbunuh dan dimutilasi di El-Fasher, El-Geneina, Al-Jazira, dan kota-kota serta wilayah lain yang dinodai oleh milisi teroris," kata Burhan, merujuk pada RSF, sebagaimana dikutip dari The New Arab, Jumat (7/11/2025).
Pada 26 Oktober, RSF, yang telah berperang brutal dengan militer Sudan selama lebih dari dua tahun, mengeklaim kendali penuh atas El-Fasher, yang telah mereka kepung selama hampir 18 bulan.
Terdapat laporan bahwa milisi RSF telah mengeksekusi ribuan warga sipil dan melakukan kejahatan lain di El-Fasher, seperti penjarahan dan penyerangan seksual.
El-Fasher merupakan benteng terakhir militer Sudan di wilayah Darfur barat.
Saat ini, militer Sudan menguasai sebagian besar wilayah utara, timur, dan tengah negara itu, termasuk ibu kota Khartoum, sementara wilayah selatan masih diperebutkan.
RSF menguasai sebagian besar Darfur, wilayah seluas Spanyol, yang secara efektif memecah belah negara tersebut dan meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya pemisahan kembali di negara Afrika timur yang miskin tersebut.
Perang saudara Sudan telah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan sekitar 13 juta lainnya mengungsi.
PBB menyebutnya sebagai krisis kemanusiaan dan pengungsian terburuk di dunia.
Jenderal Burhan memperingatkan bahwa kampanye yang dipimpin oleh apa yang dia sebut sebagai "negara-negara agresor dan arogan terhadap Sudan" akan dipatahkan, dan rakyat Sudan akan muncul sebagai pemenang.
Sudan menuduh Uni Emirat Arab mendukung RSF, sebuah klaim yang dibantah Uni Emirat Arab. Burhan menyuarakan dukungannya atas pengorbanan besar yang dilakukan oleh angkatan bersenjata dan pasukan gabungan, "Untuk membebaskan negara dari kekotoran pemberontakan dan membasmi milisi teroris Al-Dagalo," merujuk pada komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo, yang juga dikenal sebagai Hemedti.
"Pertempuran melawan RSF adalah pertempuran rakyat Sudan," ujarnya, seraya menekankan "Setiap orang yang berjuang atas nama rakyat ini tidak akan terkalahkan maupun hancur."
Sementara itu, RSF mengumumkan pada hari Kamis bahwa mereka telah menyetujui proposal gencatan senjata kemanusiaan yang diajukan oleh para mediator.
"Menanggapi aspirasi dan kepentingan rakyat Sudan, RSF menegaskan persetujuannya untuk memasuki gencatan senjata kemanusiaan yang diusulkan oleh negara-negara Quad," kata RSF dalam sebuah pernyataan, merujuk pada Amerika Serikat, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
(***)