Laporan PBB: Setiap 10 Menit Seorang Perempuan Dibunuh oleh Keluarga atau Pasangannya di Rumah

Amastya 25 Nov 2025, 21:23
Para aktivis menggelar aksi ‘die-in’ untuk mengenang para korban femisida di Toulouse, Prancis pada 16 November 2025/ AFP
Para aktivis menggelar aksi ‘die-in’ untuk mengenang para korban femisida di Toulouse, Prancis pada 16 November 2025/ AFP

RIAU24.COM - Setiap hari, setiap 10 menit, seorang perempuan di suatu tempat di dunia dibunuh oleh seseorang yang dikenalnya, ungkap sebuah laporan baru yang mengejutkan yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Senin (24 November).

Laporan yang diterbitkan untuk memperingati Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan ini memperingatkan bahwa upaya global untuk mengekang femisida telah terhenti, dan kekerasan terhadap perempuan masih mengakar dan meluas.

Perempuan dalam bahaya dari orang yang mereka cintai

Menurut laporan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan dan UN Women, sekitar 50.000 perempuan dan anak perempuan dibunuh pada tahun 2024 oleh pasangan intim atau anggota keluarga.

Angka tersebut, yang dikumpulkan dari 117 negara, rata-rata 137 perempuan per hari.

Studi tersebut mencatat bahwa 60 persen dari semua korban pembunuhan perempuan tahun lalu dibunuh oleh orang yang dekat dengan mereka.

Sebagai perbandingan, hanya 11 persen korban laki-laki yang dibunuh oleh pasangan atau anggota keluarga.

Meskipun femisida terus merenggut puluhan ribu nyawa perempuan dan anak perempuan, rumah tetap menjadi tempat paling berbahaya bagi perempuan dan anak perempuan dalam hal risiko pembunuhan, demikian peringatan studi tersebut.

Meskipun tampaknya tidak ada tempat di dunia yang aman bagi perempuan, Afrika mencatat angka tertinggi, dengan sekitar 22.000 kasus.

Setelah Afrika, Asia, Amerika, Eropa, dan Oseania memiliki angka tertinggi.

Para peneliti memperingatkan bahwa meskipun totalnya sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, hal tersebut tidak mencerminkan penurunan kekerasan yang nyata.

Sebaliknya, mereka mengatakan bahwa variasi dalam pelaporan dan ketersediaan data di berbagai negara kemungkinan memengaruhi angka-angka tersebut.

Perkembangan teknologi dan peningkatan ancaman

Menurut laporan tersebut, kemajuan teknologi telah memunculkan apa yang disebut ancaman modern terhadap perempuan, termasuk berbagi gambar tanpa persetujuan, doxxing, dan video deepfake.

"Femisida tidak terjadi begitu saja. Kekerasan ini seringkali berada dalam rangkaian kekerasan yang dapat dimulai dengan perilaku pengendalian, ancaman, dan pelecehan -- termasuk di dunia maya," kata Sarah Hendricks, Direktur Divisi Kebijakan UNWomen.

"Kita membutuhkan penerapan undang-undang yang mengakui bagaimana kekerasan terwujud dalam kehidupan perempuan dan anak perempuan, baik daring maupun luring, dan meminta pertanggungjawaban para pelaku jauh sebelum menjadi fatal," tambahnya.

(***)