Menu

Fenomena BUMN Jiwasraya, Mulai Bermasalah Sejak Era SBY, Makin Parah di Zaman Jokowi

Siswandi 18 Dec 2019, 12:42
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Presiden Joko Widodo mengakui, kasus gagal bayar polis asuransi yang kini terjadi pada  PT Asuransi Jiwasraya (Persero), bukan suatu perkara ringan. Menurut Jokowi, masalah di tubuh PT Jiwasraya ini terjadi sejak 10 tahun lalu, atau sejak era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono. Namun kondisinya semakin parah sejak tiga tahun belakangan. Pemerintah berkomitmen untuk mencarikan solusinya.

"Ini persoalan yang sudah lama sekali 10 tahun yang lalu, problem ini yang dalam 3 tahun ini kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini," lontar Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Balikpapan, Rabu 18 Desember 2019. 

"Ini bukan masalah ringan. Tapi setelah pelantikan, Pak Menteri BUMN, kemarin kita sudah rapat dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Gambaran solusinya sudah ada. Masih dalam proses," tambahnya, dilansir republika.

Jokowi menyerahkan indikasi adanya tindak kriminal dalam pengelolaan Jiwasraya kepada Kepolisian. Hal ini sejalan dengan rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melibatkan aparat penegak hukum dalam mengusut pengelolaan keuangan di internal Jiwasraya.

"Yang berkaitan dengan hukum, ya ranahnya sudah masuk kriminal, sudah masuk ke ranah hukum," ujarnya lagi. 

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, langkah pemerintah dalam menyelamatkan Jiwasraya dimulai dengan melakukan resuktrurisasi. 

"Insya Allah dalam enam bulan ini kita coba siapkan solusi-solusi yang salah satunya diawali dengan membentuk holdingisasi pada perusahaan asuransi," kata Erick.

Langkah pembuatan induk BUMN asuransi, diharapkan mampu menjaga arus kas Jiwasraya dan memberi napas kepada perusahaan untuk membayarkan polis. Namun Erick menegaskan proses restrukturisasi Jiwasraya belum akan rampung dalam waktu singkat.

"Prosesnya pasti berjalan," katanya.

Diberitakan sebelumnya, PT Jiwasraya (Persero) dilaporkan mengalami gagal bayar terhadap polis asuransi. Jiwasraya harus mengantongi kerugian hingga September 2019 ini sebesar Rp23 triliun. Salah satu harapan perusahaan tidak gulung tikar dalam waktu dekat adalah kepercayaan nasabah.

Salah Investasi 
Menurut Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, mayoritas nasabah saat ini adalah korporasi BUMN yang menjaminkan pensiunan pada Jiwasraya. Ia menjelaskan, para nasabah inilah yang membuat perusahaan masih bisa bertahan hingga saat ini.

Dikatakan, salah satu penyebab perusahaan gagal membayar polis adalah akibat kesalahan strategi dalam berinvestasi. Dalam hal ini, penempatan usaha yang semestinya mayoritas ditempatkan ke goverment bond malah dimasukkan dalam skema investasi reksa dana saham.

Berdasarkan rencana panjang perseroan, seharusnya goverment bond menjadi instrumen investasi paling besar, yaitu sebesar 30 persen. Termasuk juga obligasi korporasi non-BUMN, instrumen Bank Indonesia (BI) 30 persen.

Sementara instrumen investasi saham, reksa dana maksimum hanya 20 persen. Terakhir deposito minimum 10 persen.

Namun yang terjadi saat ini malah berbanding terbalik. Fakta saat ini, per 2018, perseroan telah menanamkan investasi saham lebih dari 50 persen.Sementara di instrumen obligasi pemerintah, instrumen BI masing-masing sekitar 15 persen. Selanjutnya perusahaan investasi di properti sekitar 20 persen. Lalu deposito sekitar 5 persen. ***