Menu

DPD: Pemerintah Harus Kaji Ulang Pergelaran Pilkada Serentak

Bisma Rizal 29 May 2020, 17:41
DPD: Pemerintah Harus Kaji Ulang Pergelaran Pilkada Serentak (foto/int)
DPD: Pemerintah Harus Kaji Ulang Pergelaran Pilkada Serentak (foto/int)

RIAU24.COM - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Matalitti berharap pemerintah bisa mengkaji kembali rencana Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020.

Sebab, sampai saat ini kurva akan wabah virus Corona atau Covid-19 belum menunjukkan penurunan.

zxc1

Selain itu, masih banyak daerah, baik provinsi, kota, maupun kabupaten yang masih dalam zona merah.

"Kurvanya belum menurun. Malah di sebagian daerah menunjukkan tren naik."

"Ini baru dari sisi wabah, belum dari sisi kualitas pilkada jika digelar saat pandemi belum berakhir. Karena apa urgensinya harus dipaksakan tahun ini?" ujarnya Jumat (29/5/2020).

zxc2

Sebagai contoh Jawa Timur  yang mengalami lonjakan kasus Covid-19. Bahkan, berdasarkan  pernyataan  Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-10 Jawa Timur Joni Wahyuhadi Kota Surabaya bisa menjadi seperti Kota Wuhan, Cina.

Karena penyebaran kasus di Surabaya sangat cepat. Sebanyak 65 persen dari total angka kasus Jawa Timur disumbang dari Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Sedangkan Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik akan menggelar Pilkada.

La Nyalla pun menjelaskan, bukankah sudah ada mekanisme untuk kepala daerah yang akan habis masa jabatannya tetapi belum terpilih kepala daerah baru. Yakni menunjuk pelaksana tugas untuk menjalankan pemerintahan daerah.

"Republik ini tidak terancam bubar hanya karena Pilkada ditunda," kata dia. Justru, kata Nyalla, masyarakat akan semakin menderita jika wabah tidak segera berakhir. Pemerintah sebaiknya fokus menangani wabah dan dampaknya bagi masyarakat.

Apalagi anggaran Pilkada yang harusnya dialihkan untuk penanganan pandemi. Tetapi, kata La Nyalla, bila Pilkada tetap digelar 9 Desember, Komisi Pemilihan Umum malah memerlukan tambahan anggaran sebesar Rp 535,9 miliar untuk pengadaan alat pelindung diri.

Di antaranya untuk membeli masker bagi 105 juta pemilih, sebesar Rp 263,4 miliar. Untuk alat kesehatan bagi petugas di TPS dan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih sebesar Rp 259,2 miliar, serta Rp 10,5 miliar untuk alat kesehatan bagi PPS dan Rp 2,1 miliar untuk PPK.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan, alasan Pilkada dilaksanakan sesuai dengan jadwal karena tidak ada jaminan kapan virus Corona akan berakhir.

"Kalau ditunda pada tahun 2021, siapa yang akan menjamin Covid-19 selesai pada tahun depan, ujarnya dihadapan Satgas Covid-19 DPR RI yang dipimpin Sufmi Dasco Ahmad saat mengunjungi Departemen Dalam Negeri di Jakarta kamis (28/5/2020).

Dirinya pun menyebutkan, optimis pilkada serentak bisa digelar seperti yang dijalankan di Korea Selatan dengan menggunakan standar protokol Covid-19.

Yakni dengan kampanye secara virtual apalagi ketika pergelaran Pilkada dilakukan maka akan banyak bantuan sosial yang mengalir ke masyarakat.