Menu

Ya Ampun, Varian Baru Virus Covid-19 Muncul di Negara Ini, Tiga Kali Lebih Ganas dari Sebelumnya

Satria Utama 13 Feb 2021, 06:42
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Para peneliti kembali menemukan varian baru covid-19 yang jauh lebih ganas. Varian baru ini terdeteksi di Brasil dan disebut tiga kali lebih menular dibanding virus Covid-19 sebelumnya.

Meski demikian, Kementerian kesehatan setempat menyebut vaksin masih efektif melawan varian baru ini, walaupun tanpa bukti spesifik.

Varian baru ini banyak menginfeksi warga di Manaus, dan menyebabkan munculnya gelombang kedua dengan dampak yang parah. Dalam laporannya di parlemen, Menteri Kesehatan Eduardo Pazuello menyebut, meski infeksi berjalan dengan parah, kasus tetap bisa dikontrol. 

Dia juga mengeklaim jika vaksinasi akan menjangkau separuh dari populasi di Brasil, dan tuntas pada akhir tahun. Meski, negara tersebut belum mengamankan dosis yang cukup untuk separuh penduduknya.

"Syukur, kami mendapatkan informasi yang terang jika vaksin tetap efektif melawan varian ini," katanya. "Varian ini lebih menular, tiga kali lebih menular," lanjutnya.

Diketahui, Brazil mulai melakukan vaksinasi sejak tiga minggu lalu. Vaksin Sinovac dan Astrazeneca digunakan untuk menumbuhkan kekebalan penduduknya.

Namun dia tak menyebutkan efektivitas dua vaksin itu pada varian baru corona. Brazil juga tidak merespons permintaan komfirmasi yang diajukan oleh Al Jazeera.

Sebelumnya diketahui jika Sinovac kini sedang mempelajari varian baru di Manaus, dengan kesimpulan yang akan keluar sedikitnya dua pekan lagi. Sedangkan Astrazeneca yang bermitra dengan pusat medis Fiocruz di Rio de Janeiro, mengatakan sedang mengirim sampel varian dari hutan Amazon itu ke Oxford, dan sedang menunggu hasilnya. 

Manaus yang berlokasi di hutan Amazon, diterpa gelombang dua yang kencang. Rumah sakit setempat mengaku kehabisan oksigen pada Januari, sehingga membuat pemerintah mendatangkan suplai dari tempat lain untuk menyelamatkan pasien. 

Diketahui Brazil memiliki total kasus mencapai 9,7 juta, dengan 236 ribu orang meninggal, menurut data Universitas Johns Hopkins. ***