Menu

Tahukah Anda, Inilah Beberapa Fakta Mengerikan Tentang Belajar Daring, Ketergantungan Film Porno, Depresi Berat Hingga Terpaksa Dirawat Di RS Jiwa

Devi 29 Sep 2021, 09:14
Foto : Internet
Foto : Internet

RIAU24.COM - Hingga hari ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sebanyak 11 persen anak mengalami frustasi hingga depresi berat selama proses belajar daring usai pandemi Covid-19 melanda dunia.

KPPPA mencatat beberapa anak terpaksa dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RS). Bahkan ada yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi mengimbau masyarakat untuk lebih peduli kepada kesehatan anak.  

Ia menilai, para orangtua terkadang justru membebani anak. Mereka kerap memarahi anaknya jika tidak bisa mengerti dan menyelesaikan tugas saat belajar daring.

"Terkadang orangtua memarahi jika anak tidak bisa. Banyak anak mengalami stres karena belajarnya tidak maksimal. Ketika seorang guru memberikan tugas tidak ada penjabaran secara mendalam," paparnya.

Dirinya mempertanyakan apakah kurikulum selama belajar daring sudah ramah anak atau belum. Menurutnya, hal paling utama adalah kesehatan mental anak.

"Kami mencatat juga ada anak yang naik ke atas pohon tinggi untuk dapat sinyal bagus. Mingkin siswa yang di kota bisa belajar dengan fasilitas lengkap. Namun yang di daerah banyak kendala, belum lagi ada bencana alam seperti banjir atau gempa bumi," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Kak Seto tak menampik kasus mengunduh video porno meningkat selama belajar daring.  

"Dulu sebelum pandemi, anak dilarang pegang gadget, namun kini terbalik.  Anak harus pegang gadget dan tidak boleh ke sekolah. Tetapi gadget ini kan cuma alat. Bisa menjadi positif kalau dipakai dengan benar. Akan menjadi negatif pula kalau mengunduh situs remaja dan sebagainya," ulasnya.

Ia menyebut, kondisi pandemi Covid-19 yang mendadak membuat orang cenderung tidak melakukan persiapan.

"Kondisi ini (Covid-19) mendadak, makanya sulit. Namun kami slelau melakukan kordinasi, harus bekerjasama dengan masyarakat. Mendidik anak itu istilahnya, diperlukan orang sekampung. Makanya perlu sinergi semua pihak," pungkasnya.