Menu

Meraup Keuntungan hingga Rp214 Triliun, Pengakuan Mengejutkan Ilmuwan Pfizer: Saya Kerja di Perusahaan Jahat

Rizka 7 Oct 2021, 13:42
google
google

RIAU24.COM -  Vaksin COVID-19 Pfizer diproduksi oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS).

Project Veritas, kelompok aktivis sayap kanan, merilis video penyamaran yang berfokus pada tiga ilmuwan dari perusahaan produsen vaksin COVID-19 Pfizer. Salah satu pengakuan kontroversial dari ilmuwan tersebut adalah perusahaan vaksin meraup untung dari pandemik COVID-19.

Ilmuwan senior bernama Chris Croce bahkan mengatakan, “saya bekerja untuk perusahaan jahat. Organisasi kami dijalankan dengan uang COVID.

Pengakuan kontroversial lainnya datang dari Nick Karl, ahli biokimia di Pfizer, yang juga ikut mengembangkan vaksin. Dia mengatakan antibodi yang diproduksi secara alami jauh lebih banyak dan efektif untuk menangkal virus corona.

“Ketika seseorang secara alami kebal, seperti mereka terkena COVID, mereka mungkin memiliki lebih banyak antibodi terhadap virus. Ketika Anda benar-benar terkena virus, Anda akan mulai memproduksi antibodi terhadap banyak bagian virus. Jadi, antibodi Anda mungkin lebih baik pada saat itu daripada vaksinasi,” ulas dia.

Pengakuan dalam video berdurasi hampir 10 menit itu, direkam secara sembunyi-sembunyi. Selain Croce dan Karl, ada pula Rahul Khandke.

Selain mengkritik soal orientasi perusahaan dan perbandingan efektivitas antibodi, mereka juga tidak sepakat dengan kebijakan wajib vaksin. Lebih dari itu, mereka menentang penerapan sertifikat atau kartu vaksin, yang berarti membatasi mobilitas dan ruang lingkup seseorang yang belum divaksinasi.  

“Kartu vaksin di sangat mereportkan. Orang yang tidak divaksinasi akan sampai pada titik, ‘sialan, aku akan mengambil vaksin.’ Sebab orang yang tidak divaksinasi dibatasi untuk melakukan apa pun. Dan orang yang divaksinasi diizinkan melakukan apa pun yang mereka inginkan,” beber Karl.

Klip lainnya memperlihatkan penuturan Croce soal efektivitas antibodi yang dihasilkan dari vaksin. Menurut dia, di tengah lonjakan infeksi akibat varian Delta yang lebih menular dan berbahaya, sebenarnya kenaikan penularan disebabkan oleh efektivitas vaksin yang berkurang.

“Bukan karena variannya, kebanyakan karena imun. Pada dasarnya antibodi mereka berkurang. Jadi mereka tidak memiliki khasiat 95 persen, lebih seperti 70 persen. Jadi (kalau tidak terserang virus corona), Anda sebenarnya sedang dilindungi oleh respons alami,” beber dia. 

“Kami diajarkan untuk mengampanyekan ‘vaksin lebih aman daripada benar-benar terkena COVID’. Kami harus melakukan begitu banyak seminar tentang ini," ujarnya.

"Kami harus duduk di sana selama berjam-jam, mendengarkan ‘kamu tidak boleh membicarakan ini dan itu di depan umum’,” ungkap Khandke soal upaya perusahaan supaya banyak orang yang semakin ingin divaksinasi.

Menurut Croce, penerapan sertifikat vaksin merupakan strategi pemerintah, yang tentunya menguntungkan perusahaan, agar semua orang mengambil vaksin. Dia juga meyebut bahwa perusahaannya meraup keuntungan hingga 15 miliar dolar AS tahun lalu (Rp214 triliun).  

“Pada dasarnya mereka mencoba melacak semua orang yang telah divaksinasi versus sensus berapa banyak orang yang benar-benar dilaporkan. Mereka (perusahaan) mencoba untuk mendapatkan nomor mereka. Tidak ada yang berhak bertanya apakah Anda sudah divaksinasi. Ini adalah pelanggaran privasi.

“Maksud saya, saya masih merasa seperti saya bekerja untuk perusahaan jahat karena pada akhirnya berujung pada keuntungan. Saya di sana untuk membantu orang, bukan untuk menghasilkan jutaan dolar. Jadi maksud saya, itulah dilema moral,” sambung dia.