KontraS soal UU ASN TNI-Polri yang Bisa Isi Jabatan Sipil: Seperti Orba!
RIAU24.COM -Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras atas Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memperbolehkan TNI dan Polri menduduki jabatan.
Ketentuan itu dituangkan dalam UU ASN PAsal 19.
"Kami mengecam keras langkah revisi ASN ini yang mana memasukkan ketentuan jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh perajurit TNI dan Anggota Polri," ungkap Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam keterangan tertulis, Kamis (5/10).
Diman berpendapat, ketentuan itu merupakan pengembangan terhadap hukum dan semangat reformasi yang menghendaki penghapusan dwifungsi ABRI serta penguatan terhadap supermasi sipil.
"TNI-Polri diperkenankan menduduki posisi pada ASN merupakan jalan pemerintah untuk mengembalikan hantu Dwifungsi TNI/Polri sebagaimana terjadi pada zaman Orde Baru," ujarnya.
Selain itu, Dimas menilai TNI/Polri yang menjadi ASN akan menempatkan dua institusi tersebut menjadi lembaga yang jauh dari profesionalitas.
Dia menjelaskan jika merujuk pada konstitusi, TNI dimandatkan untuk mengurusi bidang pertahanan dan Kepolisian ditugaskan untuk mengurusi keamanan dan ketertiban masyarakat, bukan justru urusan sipil.
Dimas mengaku heran di tengah tantangan pertahanan dan keamanan yang semakin berat dalam konteks global, kedua institusi ini malah diperbolehkan menduduki jabatan sipil. Seharusnya, kata dia, kedua institusi itu fokus pada tugas pokok dan fungsi di sektornya masing-masing.
Ditambah, Dimas beranggapan tidak ada kedaruratan yang signifikan sehingga mengharuskan ASN harus berasal dari kedua institusi tersebut.
"Ditempatkannya TNI-Polri hanya akan memperparah situasi di tengah problematika kedua institusi yang masih menumpuk, khususnya berkaitan dengan kultur kekerasan," kata dia.
Dimas menyebut KontraS juga menyoroti pengesahan UU ASN secara formil. Dia mengatakan pengesahan revisi UU ASN ini kembali menunjukkan 'buruk rupa' legislasi di Indonesia. Pasalnya, draf revisi UU ASN tidak tersedia di website DPR RI.
"Pemerintah bersama DPR RI tampaknya tidak belajar dari proses legislasi sebelumnya yang dilakukan secara kilat dan jauh dari nilai transparansi serta akuntabilitas," ujarnya.
(***)