Inilah 7 Alasan Hamas Masih Berdiri Meskipun Israel Berupaya Menghancurkannya dari Gaza

Amastya 6 Oct 2025, 16:54
pejuang Hamas dan demonstrasi pro-Hamas/ net
pejuang Hamas dan demonstrasi pro-Hamas/ net

RIAU24.COM Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memasuki Gaza dengan niat yang jelas untuk menghancurkan dan melucuti senjata Hamas, pelaku utama serangan teror 7 Oktober di Israel pada tahun 2023.

Memasuki tahun ketiga serangan dan perang yang menyusulnya, Hamas masih menguasai wilayah Palestina tersebut.

Kelompok militan yang pernah didukung oleh perdana menteri Israel ini telah berubah menjadi musuh terbesarnya.

Meskipun Israel menggempur Gaza dengan bom dan invasi darat, serta menewaskan beberapa pemimpin utamanya, para pejuang Hamas tetap menunjukkan senjata lengkap dalam pertukaran sandera baru-baru ini.

Mengapa Hamas masih bertahan? Berikut tujuh alasannya, yang dikumpulkan dari komentar para ahli, analisis lembaga pemikir, dan laporan media.

Situasi terkini Hamas di lapangan

Sejak serangan 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang, Hamas memang menderita kerugian besar, kehilangan ribuan pejuang dan pemimpin utamanya seperti Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh.

Namun, Hamas terus beroperasi, merekrut, dan menyebarkan pengaruh di Gaza, bahkan para negosiator utamanya lolos dari serangan udara di Doha, Qatar.

Meskipun Israel melancarkan kampanye militer intensif, termasuk invasi baru-baru ini ke Kota Gaza, Hamas belum sepenuhnya dilucuti senjatanya maupun dikalahkan.

Berikut beberapa kemungkinan penyebabnya:

Alasan 1: Taktik gerilya dan jaringan terowongan yang luas

Israel terlibat dalam apa yang secara militer dikenal sebagai perang asimetris dengan Hamas.

Selama dekade terakhir, Hamas telah membentengi Gaza dengan terowongan bawah tanah.

Terowongan-terowongan ini, yang seringkali melewati infrastruktur sipil seperti rumah sakit dan sekolah, memungkinkan pergerakan, penyergapan, dan penyimpanan senjata.

Menyerang terowongan-terowongan tersebut secara langsung mengundang kritik global terhadap Israel, mengubah konflik tersebut menjadi perang atrisi perkotaan yang berkepanjangan.

Pasukan Israel harus berulang kali memasuki kembali wilayah-wilayah yang telah dibersihkan, sehingga mempersulit upaya untuk melenyapkan Hamas sekaligus meminimalkan korban sipil demi menghindari pelanggaran hukum internasional.

Alasan 2: Ketahanan dan struktur Hamas yang terdesentralisasi

Pemusnahan para pemimpin Hamas dan banyak pejuangnya oleh Israel gagal mengurangi kemampuan tempurnya.

Hamas telah berhasil mengganti para pejuangnya, hampir sama banyaknya dengan jumlah yang hilang, melalui rekrutmen yang konsisten.

Dengan model kepemimpinan yang terdesentralisasi, Hamas mampu menyusun kembali kekuatan di bawah komando tingkat menengah untuk melanjutkan pertempuran bahkan setelah para pemimpinnya terbunuh.

Pemerintahan sipil Hamas juga telah melanjutkan kegiatan di beberapa wilayah, sementara para pejuangnya masih berhasil melancarkan serangan sporadis terhadap pasukan Israel.

Alasan ke-3: Komitmen ideologis yang didasari oleh gagasan jihad

Kehilangan nyawa demi perjuangan Palestina diterima oleh banyak pejuang Hamas sebagai ritual kepahlawanan, yang diilhami oleh ideologi nasionalis-religius.

Hal ini berbeda dengan tentara Israel, yang sedang menjalankan tugas mereka untuk bangsa.

Banyak pejuang Hamas menolak gagasan menyerah atau perlucutan senjata dan lebih memilih gugur di medan perang, dengan propaganda kelompok tersebut yang membingkai perang sebagai perjuangan yang dibenarkan melawan pendudukan.

Hal ini didukung oleh banyak warga Palestina, yang menentang perlucutan senjata Hamas sepenuhnya dan bahkan memuji serangan 7 Oktober.

Alasan ke-4: Hamas masih mendapat dukungan dari warga Palestina

Meskipun sebagian warga Palestina menyalahkan Hamas atas kehancuran dan bencana kemanusiaan akibat perang di Gaza, sebagian lainnya memandang keberlangsungan Hamas sebagai perlawanan.

Di banyak wilayah Gaza, Hamas masih menikmati tingkat penerimaan yang lebih tinggi daripada Otoritas Palestina, yang memerintah Tepi Barat, wilayah lain dari calon negara Palestina.

Ketahanan Hamas telah memperkuat legitimasinya di kalangan pendukungnya.

Alasan ke-5: Keuntungan dari menahan sandera

Penyanderaan pada 7 Oktober telah dimanfaatkan oleh Hamas untuk keuntungannya.

Hamas berhasil membebaskan tahanan Palestina dengan imbalan beberapa sandera dan jenazah mereka, dengan perbandingan hampir satu banding tiga.

Hamas masih menyandera sekitar 50 sandera—beberapa tewas, tetapi sebagian besar masih hidup—dan menggunakan mereka sebagai alat tawar-menawar.

Hal ini membatasi opsi militer Israel di tengah kekhawatiran atas keselamatan para sandera, bahkan ketika keluarga mereka terus melakukan protes besar-besaran di Yerusalem.

Alasan 6: Bagaimana Israel terikat karena tekanan internasional

Israel dan para pemimpinnya telah menghadapi tuduhan kejahatan perang, kecaman global, dan bahkan sanksi.

Hal ini membatasi kemampuan Israel untuk bertindak tegas terhadap Hamas.

Meskipun memiliki sekutu Presiden AS Donald Trump di Washington DC, kendala diplomatik tetap ada.

Sejak perang dimulai, opini internasional telah bergeser dari simpati terhadap Israel menjadi keterkejutan dan kekhawatiran atas situasi kemanusiaan di Gaza.

Israel menghadapi isolasi lebih lanjut karena beberapa negara Barat telah mengakui negara Palestina, yang merupakan kemenangan diplomatik bagi Hamas.

Alasan ke-7: Tantangan domestik Israel memaksanya untuk bertindak hati-hati terhadap Hamas

Bahkan ketika Netanyahu dan kabinet perangnya semakin maju ke Gaza, perpecahan internal di Israel memengaruhi serangan terhadap Hamas.

Kelelahan publik terasa, dengan demonstrasi menentang Netanyahu yang terus berlanjut sejak perang dimulai.

Dengan lebih dari 1.000 tentara tewas dalam konflik tersebut, militer Israel berada dalam tekanan.

Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan, yang merupakan pemerintahan minoritas, dan tekanan politik yang saling bertentangan menghambat kejelasan strategis.

Semua faktor ini telah menyebabkan suatu situasi di mana, meskipun korban jiwa tinggi (korban Palestina dilaporkan sedikitnya 24.000, tetapi bisa mencapai 60.000) dan pertempuran berkepanjangan, Israel belum mencapai tujuannya untuk melenyapkan Hamas atau menguasai Gaza.

Meskipun ada harapan terjadinya pertukaran sandera terakhir, perang tetap menemui jalan buntu karena telah memasuki tahun kedua.

(***)