Putin dan Netanyahu Berbincang Lewat Telepon, Bahas Gencatan Senjata di Gaza, Iran, dan Suriah
RIAU24.COM - Kementerian Luar Negeri Rusia pada hari Sabtu (15 November) menyatakan bahwa Presiden Vladimir Putin dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah melakukan panggilan telepon untuk membahas berbagai perkembangan, termasuk gencatan senjata di Gaza, program nuklir Iran, dan situasi di Suriah.
Menurut pernyataan Israel, panggilan telepon antara kedua pemimpin tersebut diprakarsai oleh Putin.
Ini merupakan panggilan telepon kedua antara kedua pemimpin dalam dua bulan.
Bulan lalu, Putin dan Netanyahu berbicara melalui panggilan telepon yang kemudian dilanjutkan oleh pemimpin Rusia tersebut dengan menegaskan kembali posisi Moskow yang mendukung penyelesaian komprehensif atas masalah Palestina.
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel, panggilan telepon tersebut membahas isu-isu regional.
Pernyataan dari Rusia menyatakan bahwa kedua pemimpin melakukan pertukaran pandangan yang mendalam mengenai situasi terkini di Jalur Gaza, implementasi perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan, status program nuklir Iran, dan upaya-upaya untuk menstabilkan Suriah.
Trump telah menjadi perantara kesepakatan damai antara Hamas dan Israel, yang menghentikan perang di Gaza.
Kedua pemimpin juga telah membahas isu-isu seputar Iran dan Suriah dalam panggilan telepon bulan Oktober.
Sebelum Oktober, keduanya telah berbicara melalui telepon pada bulan Agustus.
Menurut laporan, kantor Netanyahu telah bekerja sama erat dengan Rusia untuk menyelesaikan berbagai masalah, termasuk ketegangan antara AS dan Rusia menyusul desakan Putin untuk melanjutkan perang di Ukraina.
Hal ini juga menyusul Rusia yang memperkenalkan rancangan resolusi PBB-nya sendiri tentang Gaza pada hari Kamis, yang secara langsung menentang desakan Amerika Serikat untuk resolusi Dewan Keamanan terpisah yang bertujuan mendukung perjanjian Gaza yang dimediasi AS.
"Tujuan rancangan kami adalah untuk memungkinkan Dewan Keamanan mengembangkan pendekatan yang seimbang, dapat diterima, dan terpadu menuju tercapainya penghentian permusuhan yang berkelanjutan," demikian bunyi catatan tersebut, seperti dilansir Reuters.
(***)