Menu

8 Bulan Berlalu, Kasus Penganiayaan MT di Pesantren Ihya Sunnah Dumai Terlantar di Polres Dumai

Satria Utama 10 Jul 2019, 11:19
Kondisi Thoriq setelah mengalami penganiayaan
Kondisi Thoriq setelah mengalami penganiayaan

RIAU24.COM -  Upaya Yti mendapatkan keadilan atas kasus penganiayaan yang dialami anaknya di Pondok Pesantren Ihya Sunnah hingga kini tak kunjung tuntas. Padahal ia sudah melaporkan kasus ini ke Polres Dumai pada bulan November 2018.  Pihak polisi mengaku tidak dapat melacak keberadaan empat orang pelaku pengeroyokan dan penaniayaan tersebut.

Kepada Riau24.com, Yti mengisahkan kasus penganiayaan tersebut diketahui saat ia mengunjungi anaknya yang bernama MT tanggal 19 November 2018. Betapa terkejutnya ia saat menemukan kondisi anaknya sangat mengenaskan. Terdapat luka lebam di beberapa bagian tubuh dan luka berdarah di bagian mata.

"Menurut cerita anak saya, ia dikeroyok dan dianiaya oleh empat orang santri di pesantren tersebut," ujarnya.

Menurut Yti, pihak pengelola pesantren mengetahui peristiwa penganiayaan tersebut. Darah yang mengalir di lantai akibat penganiayaan tersebut langsung diperintahkan untuk dibersihkan. "Anak saya sempat dibawa ke tukang urut, namun dilarang untuk bicara kepada keluarga. Handphonenya juga disita pihak pengelola," tambahnya.

Tak terima dengan perbuatan sejumlah santri tersebut, Yti langsung membawa anaknya pulang dan melapor ke Polres Dumai pada tanggal 24 November 2018. Yanti juga menunjukkan surat laporan yang diterima dan ditandatangani Kanit III SPKT, AIPTU Suherman kepada Riau24.com.

Ia mengaku dirinya dan anaknya sempat dimintai keterangan oleh pihak penyidik. Namun setelah itu ia tidak mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus tersebut.

Menurut Yti, dirinya sempat menjumpai penyidik bernama Nelly untuk menanyakan perkembangan kasus tersebut dan mengapa sampai saat itu pelaku belum juga ditangkap. "Waktu itu Bu Nelly selaku penyidik mengaku tidak mengetahui keberadaan para pelaku. Sewaktu saya desak, ia malah marah dan mengatakan pekerjaan polisi banyak, bukan mengurus kasus anak saya saja. Ia menyuruh saya cari sendiri pelakunya," ujarnya sedih.

Menurut Yanti, dirinya bertambah sedih karena anaknya MT mengalami trauma sejak peristiwa penganiayaan tersebut. Sebab MT hanya mengurung diri saja di dalam rumah. "Ia seperti ketakutan, mungkin karena sempat diancam teman-teman dan pihak yayasan. Apalagi pelaku penganiayaannya masih bebas dan belum ditangkap," ungkapnya.

Ia juga mengaku heran dengan sikap polisi yang seolah-olah enggan menuntaskan kasus ini. Harusnya, kata Yti, pihak kepolisian dapat meminta pihak Yayasan memberikan keterangan terkait data-data pelaku. Apalagi para pelaku sudah tiga tahun belajar di pesantren tersebut. "Zaman sekarang ini rasanya tidak sulit melacak keberadaan pelaku kejahatan, apalagi data-data keluarganya pasti ada di yayasan. Sedangkan pelaku hoax di media sosial aja gampang ditangkap polisi, apalagi pelaku penganiayaan yang jelas seperti ini," keluhnya.

Yti mengungkapkan, saat ini sang anak terpaksa dititipkan kepada pamannya di Bekasi agar rasa traumanya dapat berkurang. "Hingga saat ini saya masih berusaha mencarikan sekolahnya, kasihan dia. Apalagi dia anak yatim. Ayahnya sudah meninggal lima tahun lalu. Tolong bantu pak agar saya dapat keadilan. Saya ingin pelaku yang membuat anak saya terluka lahir bathin dapat ditangkap dan dihukum," pintanya.***

 

R24/bara