Menu

Bikin Kaget, Ada Pihak yang Disebut Jual Data e-KTP dan KK, Mulai Viral di Medsos

Siswandi 27 Jul 2019, 16:31
Ilustrasi data kependudukan
Ilustrasi data kependudukan

RIAU24.COM -  Di media sosial Twitter, saat ini sedang viral isu data e-KTP dan kartu keluarga (KK) milik warga yang diduga diperjualbelikan secara bebas. Yang membuat kaget, diduga aksi ini terkait dengan kasus penipuan.

Untuk diketahui, Kementerian Dalam Negeri telah memberi akses data kependudukan terhadap sejumlah instansi pemerintah dan swasta. Kerja sama pemanfaatan data ini sudah dimulai tahun 2013. Saat ini sudah 1.227 lembaga yang bekerja sama dengan Dukcapil Kemendagri terkait akses untuk data tersebut. Termasuk di dalamnya lembaga finansial seperti FIF dan Astra Multi Finance.

Dilansir detik, Sabtu 22 Juli 2019, informasi ini pertama kali dicuitkan Hendra Hendrawan (23), seorang mahasiswa. Hendra mengaku kaget begitu mengetahui dugaan aksi jual beli data kependudukan tersebut.

"Ternyata ada ya yang memperjual belikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampe jutaan data. Gila gila gila," cuit Hendra.

Dari pantauan detik per pukul 12.23 WIB, cuitannya itu telah diretweet lebih dari 21 ribu kali oleh netizen.

Di sejumlah cuitannya, Hendra juga ikut menyertakan screenshoot atau tangkapan layar adanya transaksi jual beli data NIK e-KTP dan juga KK. Dia mengatakan data ini dipakai untuk penipuan.

Masih dalam cuitannya, Hendra menceritakan, awalnya ada rekannya ditipu anggota yang bergabung dalam sebuah grup Facebook. Dia pun iseng-iseng bergabung ke grup tersebut.

"Ternyata di sana banyak transaksi jual beli KTP dan KK, juga foto selfie sama KTP," kata Hendra saat dihubungi detik via telepon.

Hendra lantas penasaran untuk apa ada orang mencari data NIK e-KTP, KK hingga foto orang selfie dengan KTP. Menurutnya ternyata itu dipergunakan untuk sejumlah hal, termasuk kejahatan.

"Mereka pergunakan itu buat registrasi nomor HP, daftar paylater, juga kredit online," jelasnya.

Namun Hendra mengaku tidak tahu secara pasti, berapa harga untuk setiap data yang dijual. Namun menurutnya, ada oknum yang menjual data NIK e-KTP dan KK Rp 5.000 per nama.

Hendra mengaku resah akan adanya kasus ini. Menurutnya sejak dirinya mencuitkan persoalan ini di Twitter, dirinya telah dikeluarkan atau diblok dari grup di Facebook tersebut.


"Harapan saya pemerintah menindaklanjuti kasus ini. Jangan sampai ada korban-korban karena bisa saja menimpa keluarga kita sendiri," tuturnya lagi.

Banyak Tersebar
Terkait hal ini, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Prof Dr Zudan Arif Fakhrullah, mengatakan, di dunia maya sudah banyak tersebar data ini.

"Memang NIK, data KTP, KK penduduk itu tersebar di dunia maya. Coba googling ketik KK dan KTP el," katanya lewat WhatsApp, kepada detik.

Ketika ditanya lebih jauh soal kasus ini dan adanya informasi NIK e-KTP dan KK yang diperjualbelikan ini dipergunakan untuk kejahatan, Zudan mengaku belum mengetahui.

"Saya belum dapat infonya," ujarnya singkat.

Sebelumnya, Zudan sudah pernah menjelaskan hal ini. Menurutnya, pemanfaatan data kependudukan untuk pelayanan kepada publik merupakan perintah undang-undang yakni Pasal 58 ayat (4) dan Pasal 79 Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 61 Tahun 2015.

Menurutnya, pelaksanaan dan pemanfaatan data kependudukan dimaksudkan untuk menghindari dari penipuan yang dapat merugikan masyarakat.

"Kalau kita melihat fakta di lapangan, saat ini data KTP-el dan nomor HP kita itu sudah kita sebarluaskan sendiri saat buka rekening bank, saat buka asuransi, saat masuk hotel, saat jadi member golf, member fitnes, saat buka kartu kredit dan lain-lain. Kita juga nggak tahu, apakah lembaga-lembaga itu menggunakan data kita untuk perusahaannya sendiri atau juga dishare (dibagikan) ke anak perusahaan, karena yang disimpan mereka itu data statis, maka banyak penipuan dan banyak data yang sudah tidak akurat karena tidak diupdate (diperbaharui)," ungkapnya.

Dukcapil menurut Zudan memang memberikan hak akses verifikasi data kependudukan ke lembaga pemerintah dan swasta untuk membantu verifikasi data dan mendorong layanan menuju digital.

"Daripada perusahaan harus minta KTP-el dan KK calon nasabah, lebih baik akses data. Semua jadi mudah dan akurat. Dan ini sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk (Administrasi Kependudukan) dan secara detail juga sudah juga diatur dalam Permendagri 61 Tahun 2015," jelasnya lagi.

Pemberian hak akses ini menurutnya mampu mencegah fraud atau penipuan kejahatan pemalsuan dan dokumen. Selain itu juga meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Tak hanya itu, lanjut Zudan, setiap lembaga yang memberikan layanan publik dapat diberikan akses data untuk menggunakan data Dukcapil Kemendagri sesuai Pasal 58 ayat 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk. Kerja sama pemanfaatan data ini sudah dimulai tahun 2013. Saat ini sudah 1.227 lembaga yang bekerja sama dengan Dukcapil Kemendagri termasuk di dalamnya FIF dan Astra Multi Finance. ***