Menu

Ini 8 Tuntutan DPRD Papua dan Papua Barat ke Jokowi, Nomor 6 Terkait Pelanggaran HAM

Satria Utama 24 Sep 2019, 15:07
Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Ferdinando Solossa
Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Ferdinando Solossa

RIAU24.COM -  Forum Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota dan se-Papua dan Papua Barat menyampaikan delapan tuntutan terkait situasi Papua kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditindaklanjuti.

Surat tuntutan itu disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Ferdinando Solossa melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Selasa (24/9).

Menurut Ferdinando, delapan tuntutan yang pihaknya sampaikan berbeda dari 61 tokoh Papua yang sebelumnya sudah bertemu Jokowi beberapa waktu lalu dengan difasilitasi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.

"Apa yang disampaikan tokoh-tokoh itu pada prinsipnya baik. Tinggal hanya disayangkan adalah minimal melakukan komunikasi konsolidasi kepada semua stakeholder di sana. Pemerintah ini kan ada wakil pemerintah pusat di daerah, dan ada DPRD sebagai representasi rakyat," kata Ferdinando di Kantor Staf Kepresidenan, seperti dilansir cnnindonesia.

Ia berharap tuntutan yang diajukan para wakil rakyat di Papua ini bisa diakomodir pemerintah pusat karena merupakan aspirasi rakyat Papua. "Sehingga apa yang disampaikan itu bukan sepotong-potong, tapi lengkap persoalan yang terjadi di tanah Papua," ujarnya.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku telah menerima delapan tuntutan dari forum pimpinan DPRD Kabupaten/Kota se-Papua dan Papua Barat. Ia berjanji segera menyampaikan tuntutan itu kepada Jokowi. "Dari teman-teman anggota DPRD tadi menyampaikan poin-poin yang akan disampaikan ke presiden melalui saya, dan nanti segera akan kami sampaikan kepada bapak presiden," ujarnya.

Berikut delapan tuntutan kepada Jokowi:

1. Dialog antara pemerintah pusat dan tokoh-tokoh Papua, khususnya tokoh-tokoh yang dipandang memiliki ideologi yang konfrontatif atau berseberangan seperti United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

2. Mendesak kepada pemerintah pusat untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Daerah Otonomi Khusus Papua.

3. Menarik pasukan non-organik TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat.

4. Mendorong pembentukan pemekaran daerah otonomi baru khusus bagi provinsi Papua dan Papua Barat.

5. Meminta kepada Presiden Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri dan Kapolri memfasilitasi pertemuan dengan beberapa kepala daerah yang wilayahnya menjadi pusat pendidikan pelajar mahasiswa Papua dan Papua barat untuk mendapatkan jaminan keamanan.

6. Mendorong terbentuknya komisi kebenaran, keadilan, dan rekonsiliasi (KKKR) guna menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM di tanah Papua.

7. Meminta Mendagri memfasilitasi pertemuan gubernur, bupati/walikota, MRP/MRPB, DPR daerah pemilihan Papua dan Papua barat, pimpinan DPRD provinsi, pimpinan DPRD kabupaten/kota se-provinsi Papua dan Papua Barat dengan Presiden untuk menyampaikan permasalahan yang terjadi di tanah Papua.

8. Penegakan hukum yang transparan, terbuka, jujur, dan adil terhadap pelaku rasisme di Surabaya, Malang, dan Makassar.