Menu

Buntut Konflik Natuna, Ternyata Senjata Jenis Ini Yang Ditakuti dari China, Bukan Senjata Militer

Satria Utama 15 Jan 2020, 08:52
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Terganggunya hubungan mesra Indonesia dengan China terkait kasus Natuna dikhawatirkan merambah ke peperangan siber hingga berdampak ke Indonesia. Untuk itu, pemerintah Indonesia harus bersiap dan mempertahankan diri dari serangan siber para peretas China.

Hal ini dikatakan pengamat keamanan siber dari Cyber Security Forum Satriyo Wibowo. "Pemerintah juga harus bersiap akan risiko peretasan dan pencurian informasi rahasia negara akibat krisis Natuna, serta memperkuat perlindungan akan infrastruktur informasi kritis nasional," ujarnya seperti dilansir CNNIndonesia, Rabu (15/1/2020).

Satriyo menjelaskan China dikenal memiliki banyak kelompok peretas yang sangat aktif melakukan kegiatan spionase dan pencurian data. Tiap kelompok memiliki target industri tertentu di negara tertentu pula. Industri yang menjadi target seperti industri dirgantara, satelit, pertahanan, konstruksi, energi, telekomunikasi, teknologi tinggi, maritim, finansial, kesehatan, pertambangan, serta pemerintahan di hampir semua negara di seluruh kawasan.

Satriyo kemudian memberi contoh serangan yang terjadi dalam krisis Georgia pada Agustus 2008. Sehari sebelum serangan militer, gelombang DDoS menghantam 38 situs, termasuk di antaranya Kementerian Luar Negeri, Bank Nasional, parlemen, Mahkamah Agung, kedutaan, situs berita, dan situs kepresidenan.

Serangan tersebut terjadi terus menerus sampai kemudian terjadi black out akibat sabotase listrik.

Saat itu, Talinn Manual menyatakan senjata siber adalah malware. Senjata siber ini didesain dan digunakan untuk merusak, menyakiti, hingga membunuh objek. Beberapa malware bahkan khusus dirancang untuk target tertentu.

Halaman: 12Lihat Semua