Menu

Menyedihkan, Indonesia Nomor 4 Terburuk dalam Pengujian Covid-19, Sejajar dengan Ethiopia, Nigeria dan Bangladesh

Satria Utama 7 Apr 2020, 15:28
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM Indonesia merupakan negara keempat paling buruk untuk tingkat pengujian Covid-19 di antara negara-negara dengan populasi di atas 50 juta jiwa lainnya. Demikian penelitian yang diungkapkan oleh situs data Worldometer pada Senin (6/4).

Di bawah Indonesia, terdapat Ethiopia, Nigeria, dan Bangladesh yang menjadi negara dengan pengujian Covid-19 paling buruk.

Menurut Worldometer yang dikutip RMOL.Id, hanya 36 dari setiap 1 juta orang yang diuji untuk Covid-19 di Indonesia. Sementara di Nigeria 19 orang, Bangladesh 18 orang, dan Ethiopia 16 orang yang diuji untuk setiap satu juta jiwa.

Sebagai perbandingan, Korea Selatan melakukan pengujian terhadap 8.996 orang untuk setiap satu juta jiwa, Singapura 6.666 orang, dan Malaysia 1.605 orang.

Sebagai negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di Asia Tenggara, tentu tingkat pengujian Covid-19 di Indonesia menjadi pertanyaan. Indonesia sendiri memiliki PDB sebesar 1,1 triliun dolar AS. Sementara Ethiopia, Bangladesh, dan Nigeria jauh di bawahnya dengan masing-masing 81 miliar dolar AS, 250 miliar dolar AS, dan 375 dolar AS.

Indonesia sendiri saat ini memiliki jumlah infeksi sebanyak 2.491 kasus dengan 209 orang meninggal dunia dan 192 orang dinyatakan telah pulih. Dimuat The Straits Times, jurubicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto berdalih, pemerintah tidak melakukan pengujian berdasarkan total populasi, namun hasil tracing kasus positif sebelumnya.

"Kami tidak menguji berdasarkan ukuran populasi, tetapi berdasarkan penelusuran kontak kasus positif serta berdasarkan orang-orang dengan gejala yang memeriksakan diri," ujarnya.

Walaupun pemerintah sendiri memberlakukan rapid test, namun karena tingkat akurasi dari rapid test cukup rendah maka tidak bisa dimasukkan ke dalam pengujian Covid-19. Rapid test sendiri di banyak negara, seperti Korea Selatan, tidak dipergunakan karena tidak cukup efektif.

Dalam rapid test, yang diuji adalah antibodi di mana seseorang yang biasanya telah terinfeksi mengeluarkan antibodi untuk memerangi virus. Terlebih, tes ini hanya bisa digunakan ketika seseorang telah terinfeksi selama empat hari atau lebih lama.

Hal itu yang kemudian membuat deteksi dini semakin lambat yang bisa meningkatkan risiko penyebaran lebih lanjut. Alih-alih rapid test, banyak negara yang lebih setuju menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) Diagnostic kit. ***