Menu

Setelah Ravio Patra, Akun WA Aktivis Mahasiswa UGM Juga Diretas

Satria Utama 26 Apr 2020, 09:12
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Setelah aktivis transparansi Ravio Patra,  aksi peretasan akun WhatsApp (WA) juga dialami aktivis mahasiswa Syahdan Hussein. Akun WA anggota Tim hubungan masyarakat (humas) Gejayan Memanggil ini diduga diretas pada Kamis, 23 April 2020.

Menurut Syahdan,  ia mulai tak bisa mengakses Whatsappnya sekitar pukul 04.00 WIB pada hari itu. "Ada tulisan you've registered your number on another phone, padahal sudah pakai otentifikasi ganda dan PIN," kata Syahdan seperti dilansir Tempo, Sabtu, 25 April 2020.

Syahdan mengetahui bahwa WhtasApp-nya telah diretas ketika ada seseorang bernama Firza yang menghubungi dia pada Kamis sore, 23 April 2020. Kepada Syahdan, Firza mengatakan salah satu teman perempuannya mengalami pelecehan seksual dan menerima ancaman via WhatsApp.

Firza dan kawannya ini lalu melacak pemilik nomor itu lewat aplikasi penelusuran kontak. Dari penelusuran itu, keduanya mendapatkan nama Gejayan Memanggil. Fiza kemudian menghubungi Gejayan Memanggil dan Syahdan lewat pesan Instagram.

zc2

Syahdan mengatakan, teman Firza itu diduga mengalami peretasan pada akun Gmail-nya sebelum dilecehkan dan diancam. Setelah itu pelaku peretas mengakses akun Facebook, Instagram, dan seluruh kontak di ponsel korban.

Menggunakan akun Whatsapp Syahdan, pelaku kemudian meminta korban mengirimkan foto bugil. Pelaku juga mengancam menyebarkan isi percakapan korban di pesan Instagram yang diretasnya.

Pelaku memblokir nomor korban ketika korban mengatakan akan melapor ke polisi. "Korban diancam akan disebarkan rahasianya, entah apa rahasianya itu," kata Syahdan.

Syahdan berujar, ancaman terhadap korban dengan menggunakan nomornya itu terjadi dalam rentang pukul 05.00-07.00 WIB. Syahdan telah meminta WhatsApp untuk menghapus akunnya.

Ia juga sempat menghubungi pihak Telkomsel, provider kartu yang ia gunakan, untuk menanyakan peretasan tersebut. Dari percakapan itu, Syahdan mendapati ternyata data Nomor Induk Kependudukan yang terdaftar berbeda dengan NIK-nya sendiri. "Akhirnya saya registrasi ulang. Saya merasa ada yang aneh dari peristiwa ini," kata mahasiswa Universitas Gadjah Mada ini.

Syahdan menduga, peretasan ini terkait dengan aksi-aksi menolak kebijakan pemerintah yang dianggap tak berpihak kepada rakyat. Mulai dari aksi #ReformasiDikorupsi pada September 2019 lalu hingga aksi menolak omnibus law  Rancangan Undang-undang Cipta Kerja yang digelar 9 Maret lalu.

Syahdan mengatakan, sejumlah peserta Gejayan Memanggil lainnya juga mengalami semacam 'duplikasi nomor'. Nomor mereka mengirimkan pesan kepada orang lain, padahal pesan tersebut bukan dari mereka. "Aneh, kadang polanya memecah. Si A lagi mencari uang, si B mencari panggung," kata Syahdan.***