Menu

Pemerintahan Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan, Pengamat: Lengkap Sudah Penderitaan Rakyat

Siswandi 15 May 2020, 14:15
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Hingga saat ini, masyarakat di Tanah Air tak pernah tahu, apa dasar alasan rasional, yang mendasari langkah pemerintahan Jokowi menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan. Di tengah berbagai himpitan yang ada, mulai dari wabah Corona yang masih bertahan hingga masalah ekonomi sebagai dampaknya, kebijakan pemerintahan Jokowi itu dinilai hanya menambah penderitaan rakyat. 

Bahkan bukannya mendapat dukungan, kebijakan ini dikhawatirkan malah bisa menimbulkan kemarahan dalam skala besar di tengah masyarakat. Sehingga buntutnya bisa mengakibatkan jatuhnya legitimasi pemerintah. 

"Sudah cemas menghadapi corona, daya beli menurun, dan (harga) BBM yang belum turun, lengkap sudah penderitaan rakyat," ungkap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, Jumat 15 Mei 2020 di Jakarta, dilansir sindonews.

Menurutnya, hingga saat ini masyarakat belum tahu apa alasan rasional yang mendasari pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. "Bukankah MA sudah membatalkan perpres yang mengatur soal rencana kenaikan BJPS beberapa waktu lalu," tambahnya. 

Dalam hal ini, pihaknya menilai kenaikan BPJS ini lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Terlebih, keputusan menaikkan iuran ini dilakukan pada saat masyarakat menghadapi wabah virus corona atau Covid-19. Sehingga, kebijakan itu akan semakin membebani hidup rakyat. 

Dengan kondisi yang demikian, Adi menyebut rakyat hanya bisa pasrah dengan nasib mereka. Karena sudah tak ada lagi yang membela mereka. "Parpol hampir 100 persen tak pernah kritis terhadap kebijakan pemerintah sekalipun merugikan rakyat," pungkasnya.

Bisa Bikin Rakyat Marah 
Sementara itu, Aktivis Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (Polhukham) Nicholay Aprilindo menilai langkah pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan adalah langkah melawan hukum dan menantang hukum atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebelumnya.

Nicholay meminta pemerintah tidak memaksakan kehendak untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan dalih apa pun yang akan membangkitkan kemarahan rakyat. 
"Selain itu Presiden dan atau pemerintah dapat dikategorikan melawan konstitusi UUD 1945," lontarnya. 

Ditambahkannya, seharusnya Presiden Jokowi dan atau pemerintah taat asas taat hukum dan memberi contoh ketaatan hukum pada rakyat. "Namun apabila Presiden dan atau pemerintah melawan hukum dengan alasan apa pun maka jangan salahkan rakyat bila rakyat juga melawan hukum bahkan menggunakan hukum rimba untuk menentukan serta mencari keadilannya sendiri," katanya.

Alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVII Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI 2011 ini menjelaskan, BPJS berasal dari uang rakyat yang dicollect oleh pemerintah untuk dipakai oleh rakyat. Sehingga untuk menaikkan iuran BPJS, seharusnya rakyat yang menentukan, bukan Presiden atau pemerintah. 

"Bila Presiden dan atau pemerintah tetat ngotot menaikkan iuran BPJS, legitimasi Presiden Jokowi dan atau pemerintah akan jatuh karena menimbulkan kemarahan rakyat di tengah rakyat sedang susah hidup, terpuruk dalam wabah virus China Covid-19," tuturnya.

"Maka rakyat bisa melakukan mosi tidak percaya, bahkan dapat terjadi gelombang tsunami revolusi rakyat semesta melawan Presiden dan atau pemerintah," pungkasnya. ***