Menu

Pernah Meleset, Pakar Ragukan Prediksi Kedua Jokowi Tentang Puncak Covid-19 di Indonesia

Siswandi 14 Jul 2020, 23:37
Presiden Jokowi
Presiden Jokowi

RIAU24.COM -  Sejumlah pakar meragukan prediksi Presiden Joko Widodo terkait prediksinya tentang puncak pandemi virus Corona Covid-19 di Tanah Air. Menurut Jokowi, pandemi virus Corona Covid-19 di Indonesia diprediksi mencapai puncak pada Agustus-September. Namun ia mengakui prediksi itu bisa saja meleset, ketika semua pihak tak meningkatkan kedisiplinan.

"Kalau melihat angka-angka memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September, perkiraan terakhir. Tapi kalau kita tidak melakukan sesuatu, ya bisa angkanya berbeda," kata Jokowi dalam pertemuan dengan media, Senin (13/7/2020) kemarin.

Sebelumnya, pada Maret lalu, Jokowi juga pernah memprediksi, puncak Covid-19 bakal terjadi pada bulan Mei. Sehingga memasuki bulan Juli, kasusnya sudah mulai melandai. Namun prediksi ini ternyata meleset.

Untuk prediksi yang kedua tersebut, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, mengaku meragukan prediksi Jokowi. Alasannya sederhana: Tidak ada kebijakan pemerintah yang berarti dalam penanggulangan virus corona.

"Tidak ada kebijakan yang powerful, yang meliputi semua daerah, sektor kehidupan yang dipakai," lontarnya, dilansir cnnindonesia, Selasa 14 juli 2020.

Menurutnya, untuk mencapai puncak pandemi, salah satu kebijakan yang perlu diambil pemerintah adalah memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sekaligus mengevaluasi penerapan adaptasi baru. Namun yang terjadi saat ini, malah terjadi pelonggaran PSBB sehingga kondisi ini dinilainya bukan langkah tepat untuk menuju puncak pandemi di Indonesia.

Hermawan justru melihat yang terjadi saat ini adalah, Jakarta misalnya, yang menerapkan PSBB transisi, keramaian mulai terlihat kembali di jalanan ibu kota. Masyarakat juga mulai berkumpul di area publik.

"Betapa di jalanan, keramaian di area publik yang luar biasa, membuat kasus ini naik terus dari hari ke hari, jadi kalau tadinya perkiraan Juli, kita masih ada di lembah yang menanjak sejauh ini," kata dia.

Hermawan menambahkan, IAKMI sebetulnya juga memprediksi bahwa penyebaran virus corona bakal mencapai puncaknya pada Agustus-September. Kendati demikian, menurutnya, jika melihat kondisi seperti sekarang, ia meragukan bahwa penyebaran Covid-19 dapat mencapai puncaknya.

Hermawan juga meminta pemerintah mempersiapkan sejumlah hal sebelum mencapai puncak penyebaran pandemi. Termasuk soal kebijakan yang konsisten, mengingat tingkat kesadaran masyarakat mengenai bahaya virus corona masih rendah.

Sementara itu, epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman, mengatakan, prediksi Jokowi bisa saja tepat. Namun hal itu ada syaratnya, yakni pemerintah harus bekerja keras meningkatkan kapasitas tes PCR untuk melacak kasus positif.

Menurutnya, kapasitas pengetesan Covid-19 di Indonesia selama ini belum maksimal. "Kapasitas testing perlu masif dan tinggi jumlahnya agar bisa mendeteksi kondisi atau permasalahan pandemi yang terjadi," ujar Dicky.

Berdasarkan data Gugus Tugas, secara akumulatif, pengetesan PCR di Indonesia sampai dengan kemarin baru mencapai 630.160 orang, dengan total sampel sebanyak 1.074.467 spesimen.

Sementara itu, berdasarkan data Worldometer, kapasitas tes di Indonesia baru 3.927 per 1 juta penduduk. Angka tersebut masih jauh dari standar Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) yakni 10.000 orang per 1 juta penduduk.

Sedangkan epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, selama ini pemerintah menjalankan strategi yang salah dalam melacak penyebaran virus Corona dengan melakukan rapid test. Padahal, menurutnya, yang dibutuhkan adalah meningkatkan jumlah tes swab PCR.

"Selama ini kan testing salah strategi. Pakainya rapid test, terang aja banyak yang lolos, kalau PCR enggak ada yang lolos," tutur Pandu.

Untuk diketahui, jumlah kasus positif virus Corona di Indonesia hingga Senin (13/7/2020) mencapai 76.891 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.656 orang meninggal dunia dan 36.689 orang sembuh. ***