Menu

UIR Uji Sahih RUU Kejaksaan Bersama Pascasarjana UIR

Satria Utama 1 Oct 2020, 11:37
Suasana FGD RUU Kejaksaan
Suasana FGD RUU Kejaksaan

Ia kemudian merujuk kepada Pasal 24 UUD 1945 terutama terkait dengan kewenangan kekuasaan kehakiman. Menurutnya, kekuasaan kehakiman pasca amandemen UUD 1945 diatasi oleh dua lembaga tinggi, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jaksa merupakan supporting dari kekuasaan kehakiman yang separoh bodynya ada di kekuasaan kehakiman dan separoh lainnya berada di eksekutif.

''Ketika jaksa menjalankaan kekuasaan di peradilan maka itu berarti ia menjalani kekuasaan kehakiman dalam wilayah eksekutif,'' tukas Muzakkir.

Konsekuensinya jaksa harus menundukkan diri kepada Pasal 24 UUD 1945, yakni merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Merdeka dari kekuasaan manapun. Tanggung jawabnya adalah tanggung jawab dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. Ia tidak tunduk kepada atasan dan harus bekerja secara profesional sebagai jaksa penuntut umum. Serta pro pada penegakan hukum.

Sebagai penuntut, Muzakkir menyatakan, Jaksa memiliki karakter sama seperti hakim dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. Ia bertugas mensuplay material perkara kepada peradilan, dan mensandarkan tuntutannya kepada 'Demi Ketuhanan Yang Maha Esa'. ''Output dari tuntutan jaksa harus menjadi input bagi peradilan,'' ucap Muzakkir.

Muzakkir lalu mengulas sejumlah pergeseran kewenangan kejaksaan yang terdapat RUU. Hal senada disampaikan peserta FGD. Abdul Harris Rusli, misalnya, sependapat bila jaksa adalah penuntut tunggal. Tetapi ia tidak setuju dengan materi RUU yang juga memberi jasa hukum kepada jaksa. Ini berbeda dengan kewenangan jaksa sebagai pengacara negara. 

''Soal penahanan, kami minta supaya kewenangannya diberikan kepada hakim. Bukan kepada jaksa. Sebab penahanan itu merupakan perampasan hak seseorang, dan hal tersebut hanya dapat diberikan kewenangannya kepada hakim,'' ucap Advokat Haris.

Halaman: 123Lihat Semua