Menu

Beda Pendapat Dengan Tokoh Sumbar, Ini Kata Soe Tjen Marching Soal SKB 3 Menteri

Azhar 19 Feb 2021, 16:00
Profil Twitter Soe Tjen Marching. Foto: Twitter
Profil Twitter Soe Tjen Marching. Foto: Twitter

RIAU24.COM -   Tokoh feminis, penulis Tanah Air Soe Tjen Marching membanding-bandingkan kondisi Indonesia dulu sebelum mengenal agama Islam.

Ini diutarakannya setelah para tokoh di Sumatera Barat menolak Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang seragam sekolah.

Soe Tjen Marching menyampaikan melalui akun Twitter miliknya @SoeTjenMarching, Jumat, 19 Februari 2021.

"Menolak SKB Menteri dan ngotot mewajibkan jilbab dianggap sebagai kearifan lokal?. Nyadar atau tidak, kalau kearifan lokal Nusantara itu jauh lebih terbuka akan seks dan seksualitas," ujarnya.

Tak hanya itu, sebelum Islam masuk ke Indonesia, menurutnya wanita Nusantara dulu masih banyak yang tanpa malu-malu bertelanjang dada.

"Serta perempuan di Nusantara dulu juga banyak yang bertelanjang dada," ujarnya.

Sebelumnya, tokoh masyarakat Sumatra Barat yang juga mantan wali kota Padang Fauzi Bahar bersama Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) akan menggugat Surat keputusan Bersama Tiga Menteri tentang Seragam.

Fauzi mengaku menyiapkan 300 pengacara untuk mendampingi upaya hukum yang akan diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, SKB Tiga Menteri mengganggu sendi budaya dan kearifan lokal masyarakat Sumbar.

"Ada 300 orang lawyer yang kita siapkan. Mereka sudah sepakat datang ke Mahkamah Agung untuk menggugat SKB ini," kata Fauzi di Gedung DPRD Sumbar, Kamis (18/2).

Seperti diketahui, SKB yang diteken Mendikbud, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yakut Choilil Coumas melarang pewajiban maupun pelarangan atribut keagamaan di sekolah negeri.

Fauzi menilai SKB tiga menteri tidak dapat diterapkan di semua daerah. Sebab, ada banyak daerah yang sudah memiliki kearifan lokal sendiri. Ia mencontohkan Sumbar dengan budaya Minangkabau yang sudah terbiasa dengan pakaian menutup aurat. Fauzi menyarankan pemerintah pusat tetap mempertimbangkan kearifan lokal tiap masyarakat karena dilindungi undang-undang.