Menu

Tenggelamnya KRI Nanggala Membuat Dunia Menyoroti Kurangnya Militer Indonesia

Devi 21 May 2021, 17:21
Foto : Tempo
Foto : Tempo
Tenggelamnya KRI Nanggala-402 yang dibangun tahun 1977 di Jerman dan dibeli TNI AL pada tahun 1981 menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas alutsista Indonesia secara keseluruhan yang sebagian besar bersumber dari luar negeri.

Selama bertahun-tahun, Indonesia telah mengimpor peralatan militer dari lebih dari 20 negara termasuk Inggris, Amerika Serikat, Rusia, dan Korea Selatan. Indonesia mulai melakukan modernisasi peralatannya pada tahun 2007. Gilang Kembara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS), sebuah wadah pemikir Indonesia yang berfokus pada urusan strategis, politik, keamanan dan ekonomi, mengatakan Angkatan Laut Indonesia meluncurkan Strategi Kekuatan Pokok Minimum pada tahun 2010 dengan tujuan untuk memperbarui dan meningkatkan peralatannya pada tahun 2024.

"Angkatan Laut sedang memodernisasi kapal perangnya, yang dilakukan karena pertimbangan jumlah kapal perang yang sangat tua yang digunakan dalam armada tersebut, banyak di antaranya dibuat selama Perang Dingin," katanya kepada Al Jazeera. "Ini juga berkonsentrasi pada peremajaan peralatan pertahanannya di kapal selam, fregat, dan pesawat serta helikopter untuk Pusat Penerbangan Angkatan Laut".

Pada tahun 2021, anggaran untuk Angkatan Bersenjata Indonesia ditingkatkan sebesar 11 persen menjadi 136 triliun rupiah ($ 9,2 miliar), menyusul pemotongan anggaran pada tahun 2020 karena wabah COVID-19. Pada saat KRI Nanggala-402 tenggelam, TNI AL telah memesan tiga kapal selam tambahan dari Korea Selatan, dengan tujuan mengoperasikan armada delapan kapal selam pada tahun 2024. KRI Cakra-401, kapal selam adik dari KRI Nanggala-402 , telah menjalani pemeliharaan penting sejak Januari 2021.

Terdiri dari lebih dari 17.000 pulau, Indonesia menghadapi semakin banyak tantangan maritim dan telah terlibat dalam sengketa dengan China yang kapal penangkap ikannya ditemukan beroperasi secara ilegal di perairan nusantara.

Natalie Sambhi, direktur eksekutif Verve Research, sebuah kelompok penelitian multidisiplin yang berfokus pada militer Asia Tenggara, sebelumnya mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kemampuan kapal selam Indonesia "sangat tidak memadai" mengingat skala potensial operasinya.

Halaman: 123Lihat Semua