Menu

Kisah Warga Afghanistan: Hidup Kelaparan Akibat Bencana Banjir Bandang

Devi 31 Aug 2022, 09:42
Kisah Waga Afghanistan: Hidup Kelaparan Akibat Bencana Banjir Bandang
Kisah Waga Afghanistan: Hidup Kelaparan Akibat Bencana Banjir Bandang

RIAU24.COM - Beberapa provinsi di wilayah timur, tengah, selatan dan barat Afghanistan telah dilanda hujan lebat yang mengakibatkan negara miskin itu dihantam banjir bandang dan tanah longsor.Akibat insiden itu, lebih dari 180 orang meninggal dunia, sedikitnya 8.000 orang kini hidup terlantar dan sedikitnya 3.000 rumah rusak total.

Seperti dilansir dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan menyebut jika provinsi Kunar, Laghman, Logar, Wardak, Nangarhar, Nuristan, Paktia dan Parwan adalah daerah yang paling parah terkena dampaknya.

UN OCHA – dalam update terbarunya – menyebutkan bahwa pada bulan ini saja, sedikitnya 118 orang meninggal dunia akibat banjir bandang. Hingga hari ini, Rabu, 31 Agustus 2022, beberapa provinsi Afghanistan telah menghadapi hujan lebat dan banjir dalam beberapa pekan terakhir. 

Sedikitnya 20 orang tewas dan 30 lainnya terluka di provinsi Logar.

Afghanistan telah terhuyung-huyung akibat bencana alam tahun ini, termasuk kekeringan dan gempa bumi dahsyat yang menewaskan lebih dari 1.000 orang pada Juni 2022.

Sejak Taliban mengambil alih setahun yang lalu, negara ini telah terputus dari sistem keuangan internasional.

Mullah Sharafuddin Muslim, wakil menteri negara untuk manajemen bencana pemerintah Taliban, mengatakan kepada wartawan bahwa banjir telah menyebabkan banyak korban jiwa dan aset.

Berbicara pada konferensi pers pada 27 Agustus, Mullah Abdul Latif Mansour, seorang pejabat di Kementrian Energi dan Air, mengatakan bahwa sedikitnya 750 waduk, 329 bendungan kecil, dan 441 saluran air utama rusak di seluruh negeri.

Mullah Ataullah Omari, salah satu pejabat di Kementrian apertanian, Irigasi dan Peternakan, mengatakan hampir 600.000 hektar (24.281 hektar) lahan masih tergenang dan tidak dapat digunakan. 

Para pejabat Taliban mengatakan bahwa negara itu saat ini sedang mengalami krisis kemanusiaan dan meminta lebih banyak bantuan internasional.

Feroz Khan, seorang penduduk di distrik Khoshi di provinsi Logar, seperti dilansir dari Al Jazeera, menceritakan detik-detik ketika banjir melanda.

“Kami baru saja makan siang ketika banjir melanda. Kami tidak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa. Dinding rumah saya runtuh, dan air mengalir ke rumah saya, dan kami berusaha secepat mungkin mengambil barang-barang yang bisa kami raih,” katanya.

“Kami lupa segalanya dan hanya mencoba lari dan menyelamatkan hidup kami,” katanya, seraya menambahkan bahwa banjir juga menyapu hewan ternak miliknya.

Sehari kemudian, Khan akhirnya berhasil menemukan tempat berteduh di rumah kerabat mereka. 

“Rumah kami tidak layak huni karena terendap lumpur, dan kami tidak tahu kapan kami akan kembali ke rumah,” katanya.

Sementara itu, pada hari Senin, 29 Agustus 2022, kepala kemanusiaan PBB mendesak para pendonor untuk memberikan sejumlah dana untuk pembangunan di Afghanistan yang dibekukan ketika Taliban mengambil alih pada Agustus tahun lalu.

Bahkan PBB memperingatkan, enam juta orang di Afghanistan berisiko mengalami kelaparan.

Martin Griffiths mengatakan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Afghanistan menghadapi banyak krisis – kemanusiaan, ekonomi, iklim, kelaparan dan keuangan – dan bahwa para pendonor harus segera menyediakan USD 770 juta untuk membantu warga Afghanistan agar mampu bertahan pada bulan-bulan yang akan datang.

Konflik, kemiskinan, guncangan iklim dan kerawanan pangan telah lama menjadi kenyataan yang menyedihkan di Afghanistan. Griffiths mengatakan apa yang membuat situasi saat ini menjadibsangat kritis adalah penghentian bantuan pembangunan skala besar.

“Kemiskinan semakin dalam, populasi terus bertambah, dan otoritas de facto tidak memiliki anggaran untuk berinvestasi, ”kata Griffiths.

Lebih dari setengah dari 39 juta penduduk Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan dan enam juta orang terancam kelaparan.

Bahkan lebih dari satu juta anak di Afghanistan diperkirakan menderita kekurangan gizi yang paling parah dan mengancam jiwa. "Dan mereka bisa meninggal tanpa perawatan yang tepat," katanya.

Hingga saat ini, Taliban belum secara resmi diakui oleh pemerintah asing mana pun, dan masih dikenai sanksi internasional, yang menurut PBB dan kelompok bantuan sekarang menghambat operasi kemanusiaan di negara itu.