Menu

Ekoriparian Patra dan Taman Kehati Arboretum, Sepenggal Surga di Bumi Rokan

Devi 1 Oct 2023, 19:29
Ekoriparian Patra dan Taman Kehati Arboretum
Ekoriparian Patra dan Taman Kehati Arboretum

RIAU24.COM Hutan dan air adalah dua hal yang selaras.

Hutan akan memberi fungsi terhadap air dan begitupun sebaliknya.

Dan keselarasan ini dapat Anda temui di Ekoriparian Patra dan Taman Kehati Arboretum Lancang Kuning. Berikan yang terbaik pada alam dan alam akan berbaik hati memberikan yang terbaik kepadamu.

RIAU24.COM - Sejauh mata memandang, pohon-pohon tinggi tampak berjejer rapi di sepanjang jalan masuk menuju Universitas Lancang Kuning (Unilak) yang terletak di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru.

Saat menapakkan kaki dari gerbang Unilak, sebuah lanskap berbukit mengalihkan perhatian saya saat berkunjung pagi itu, di penghujung September 2023, tepat ketika gerimis mulai turun.

Kawasan itu diberi nama Ekoriparian Patra Lancang Kuning.


(Ekoriparian Patra Lancang Kuning, Foto : Devi Mewani)

Di bagian bawah lanskap perbukitan, terlihat sebuah danau besar yang dibelah oleh jembatan beton berwarna putih.

Danau dikelilingi pepohonan rindang, rumput-rumput hijau serta berbagai tanaman bunga. Terlihat bak lukisan alam yang menyejukkan mata.

Ada area jogging trek di sekeliling danau. Sebuah mini aula berdiri dengan megahnya di bagian tengah area terbuka EkoriparianAula tesebut merupakan tempat pertemuan, diskusi dan pendukung kegiatan di alam terbuka seperti kemah dan sebagainya.

Udara bersih serta suasana yang jauh kebisingan menjadi alasan mengapa Ekoriparian cocok dijadikan sebagai tempat healing.

Terletak di area kampus Unilak dengan luas lebih kurang 10 hektare, Ekoriparian Patra menjadi sebuah tempat dengan konsep pengelolaan lingkungan yang dikolaborasikan dengan wisata berbasis ekosistem dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial masyarakat, dan ekonomi yang saling terintegrasi. Dibangun pada Desember 2022, selesai pada Februari 2023 dan diresmikan pada 17 Agustus 2023, konsep alami yang sangat kental membalut Ekoriparian. Hal ini terlihat dari penggunaan bahan seperti batu alam untuk rute jogging trek dan lokasi amfiteater untuk tempat pertunjukan bagi mahasiswa dan warga sekitar.

Tak hanya itu, danau resapan air yang berlokasi di depan Gedung Rektorat juga terlihat luas membentang.

Ekoriparian Patra ini terdiri dari tiga zona yakni inti, penyangga dan pengembangan.

Untuk zona inti merupakan danau yang telah dioptimalisasikan fungsinya menjadi kolam retensi dengan pendekatan ekosistem danau.


(Danau di Ekoriparian dibelah oleh jembatan yang dijadikan tempat edukasi bagi anak-anak, Foto : Devi Mewani)

Zona penyangga sebagai optimalisasi sempadan danau sebagai ruang terbuka hijau (RT) dan koridor ruang terbuka biru (RTB) menggunakan constructed wetland (lahan basah buatan) dan detention pond (cekungan penahan).

Sementara untuk zona pengembangan adalah pengoptimalisasian ruang terbuka menjadi ruang interaksi sosial.

Tapi siapa yang menyangka jika lokasi yang rapi dan tertata indah itu sebelumnya hanyalah tempat pembuangan sampah limbah, yang airnya berwarna hitam kotor yang penuh semak belukar.

Bahkan saking kotornya, tak hanya jadi tempat nyamuk bersarang, tumbuhan sawit yang tumbuh tidak terawat dan rumput ilalang yang tinggi, membuat tidak ada orang yang akan betah berlama-lama di lokasi itu. Pendangkalan air danau pun kerap terjadi kala itu.

Ketua Taman Kehati, Dodi Sukma, yang ditemui Riau24.com, mengatakan namun kondisi itu berubah ketika danau tersebut dinilai bisa memberikan manfaat lebih bagi lingkungan.

Lewat program kolaborasi antara Unilak dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), danau itu akhirnya direvitalisasi.

Tanaman sawit diganti dengan pohon yang akarnya memiliki daya saring lebih kuat sehingga mampu memperbaiki kondisi air.

"Sawit kemudian diganti dengan pohon trembesi dan mahoni," kenang Dodi.

Pria yang sebelumnya juga merupakan Ketua Project Pembangunan Ekoriparian tersebut menjelaskan jika kehadiran trembesi dan mahoni membuat air yang masuk ke danau menjadi lebih bersih dan jernih.

“Saat hujan turun, air akan terserap  ke dalam tanah dan perlahan masuk ke danau melalui proses infiltrasi. Tanaman yang ada berfungsi untuk memfilter air yang masuk sehingga air danau kini menjadi jernih," katanya lagi.

Tak hanya penggantian sawit ke pohon trembesi dan mahoni, Dodi juga mengatakan, terdapat constructed wetland atau rawa buatan di Ekoriparian yang didesain khusus untuk pengolahan air dengan memanfaatkan proses alami yang terintegrasi.

“Sehingga dengan adanya pepohonan tersebut, air yang mengarah ke danau telah mengalami dekontaminasi lewat proses alami yang melibatkan vegetasi rawa atau riparian,” kata Dodi, yang juga tenaga ahli dalam rencana induk pembangunan pariwisata Provinsi Riau ini.

Saat saya mencoba berdiri di tepi waduk yang berada di depan gedung rektorat kampus itu, suara gemericik air yang mengalir dari selokan yang terhubung dengan parit di seberang jalan lingkar terdengar begitu jelas.

Persis di samping  waduk tersebut, terdapat aliran parit kecil yang  bersumber dari mata air yang mana airnya akan mengalir melalui parit dan bermuara di waduk ini.

Tapi jangan salah, meski bersumber dari mata air, namun air tersebut mengandung limbah rumah tangga berasal dari camp PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan mengandung kadar keasaman dan zat-zat berbahaya yang cukup tinggi.


(Pengunjung tampak menikmati keindahan Ekoriparian Patra Unilak, Foto : Devi Mewani)

Untuk mensiasati hal tersebut, PHR menyiapkan konsep pengolahan air limbah di sekitar lokasi taman agar dapat dimanfaatkan kembali misalnya untuk menyiram tanaman yang terdapat di lingkungan Ekoriparian.

Adapun konsep pengolahan air tersebut dengan menggunakan tumbuhan liar yang hidup di parit seperti  pakis air, eceng gondok dan berbagai tanaman liar lainnya.

“Tanaman air seperti teratai dan eceng gondok diketahui memiliki sifat yang bisa mengikat logam dari air limbah yang masuk ke danau. Jadi zat berbahaya yang tadinya terdapat dalam air akhirnya bisa tersaring secara alamiah. Sehingga, saat air masuk ke waduk, kualitasnya sudah mendekati kadar normal,” jelas Dodi.

Air waduk yang menjadi jernih, membuat ikan-ikan bisa berkembang dengan baik dengan dukungan ekosistem air bersih tersebut.

Sehingga secara tidak langsung, ide PHR menggunakan konsep ekoriparian dalam mengatasi air limbah rumah tangga telah memecahkan permasalahan lingkungan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini sesuai dengan 5 Program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022 yaitu menjadi media penyediaan ruang terbuka hijau, menjadikan kawasan rumah pangan keluarga, pemanfaatan air limbah olahan, menjadi ruang edukasi pendidikan lingkungan hidup, dan menjadi ruang pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, pembangunan Ekoriparian Patra Universitas Lancang Kuning ini juga merupakan bagian dari upaya PHR dalam berkontribusi untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG’s) nomor 11 yaitu untuk menyediakan ruang terbuka hijau yang mudah dijangkau oleh semua kalangan dan SDGs nomor 15, yaitu untuk melestarikan dan memanfaatkan ekosistem daratan secara berkelanjutan serta melindungi spesies yang terancam punah.

Ekoriparian Patra bisa dikatakan telah berkontribusi dalam menjaga kelestarian sumber mata air di kawasan hutan Unilak serta membantu menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Tak hanya sebagai ruang terbuka hijau dan sebagai sarana olahraga, keberadaan Ekoriparian ini juga diharapkan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar lewat usaha UMKM dan ekonomi kreatif.

Ada berbagai fasilitas yang ada di Ekoriparian ini seperti kantin dan area untuk UMKM, outdoor amphitheater, taman baca, jogging track, toilet, fasilitas Pandang Tower, Pedestrian, dan Gate.

Menurut Dodi, ke depan pihaknya berencana untuk menghadirkan Cafe and Resto di sekitar lokasi Ekoriparian.

Hal ini dimaksudkan agar masyarakat bisa menikmati berbagai makanan dan minuman sembari bersantai.

"Memang kami ada rencana untuk kerja sama dengan pihak ketiga menghadirkan Cafe and Resto di lokasi Ekoriparian. Jadi pengunjung yang masuk tidak susah lagi mencari makan dan minum keluar. Pemasukan dari cafe tersebut bisa menjadi pemasukan yang dapat digunakan untuk operasional tempat ini," ucapnya.


(Salah satu spot di Ekoriparian Patra Unilak, Foto : Devi Mewani)

Dodi juga menambahkan, pengunjung yang datang ke lokasi itu juga tidak ada dipungut biaya, termasuk tidak ada biaya parkir alias gratis.

“Bagi pengunjung yang mau datang kesini tidak ada biaya masuk, cukup menjaga kebersihan saja,” harap Dodi.

Dengan suasana alam yang menyejukkan di setiap sudut, tentu saja Ekoriparian Patra ini sukses menjadi magnet  bagi pengunjung yang mencari tempat tongkrongan asyik di pagi, siang, sore, bahkan sampai malam hari.

Taman Kehati Arboretum Unilak

Sedikit berjalan ke samping kiri Gedung Rektorat, Riau24.com menemukan trek ubin yang sudah dicor.

Gerbang masuknya pun terlihat sangat menarik. Dengan menggunakan perpaduan warna merah, hitam, dan kuning, gerbang itu bertuliskan Taman Kehati Arboretum Unilak. Ekoriparian Patra pun terlihat kian sempurna dengan hadirnya Taman Kehati, sebuah hutan tropis mini dengan vegetasi rapat.


(Gerbang Taman Kehati Arboretum Unilak, Foto : Devi Mewani)

Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) merupakan suatu kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal diluar kawasan hutan.

Taman Kehati Arboretum dibuka sejak 1998 silam dan dari dari sinilah upaya pelestarian lingkungan itu berasal.

Namun sebelum Riau24.com memutuskan untuk masuk jauh ke dalam hutan, Riau24.com menyempatkan diri  untuk menikmati keheningan di taman terbuka yang dibangun oleh PT PHR tersebut.

Ada fasilitas taman dengan tempat duduk beton permanen di bagian depan. Selain itu, Taman Kehati juga dilengkapi dengan papan informasi yang memuat secara rinci peta sebaran pohon berbasis satelit, data flora serta fauna yang hidup di dalam Taman Kehati. 


(Papan informasi Taman Kehati Arboretum, Foto : Devi Mewani)

Sepuluh meter dari papan informasi tersebut, terlihat sebuah gerbang yang disusun secara estetik. Dengan mengusung konsep senatural mungkin, gerbang tersebut dibuat dari susunan ranting-ranting pohon yang ditata secara acak. Gerbang inilah yang menjadi jalur utama masuk ke Taman Kehati Arboretum Unilak.

Jalan paving blok tersusun rapi dari depan gerbang Taman Kehati dan membelah taman menjadi dua bagian. Anda seperti dihantarkan ke dimensi yang berbeda.


(Gerbang masuk menuju Taman Kehati, Foto : Devi Mewani)

Indah!

Kata itulah yang cocok menggambarkan keadaan Taman Kehati Arboretum Unilak.

Saya pun menapaki paving blok itu turun kebawah, hingga di ujung jalan, tampak segerombolan mahasiswa Unilak yang hendak melakukan penelitian di dalam Taman Kehati Arboretum.

Riau24 pun memutuskan untuk mengikuti gerombolan mahasiswa tersebut, yang ternyata akan melakukan pengukuran tinggi pepohonan di hutan tersebut. Kami pun berjalan memasuki hutan semakin jauh kedalam.

Keheningan pun kian terasa. Hiruk-pikuk suara kendaraan tergantikan dengan suara jangkrik dan burung  yang terdengar saling bersahut-sahutan di kejauhan.

Titik-titik air sisa gerimis tampak berayun-ayun di dedaunan karena saling bergesekan usai tertiup angin, menambah adem suasana pagi itu. Udara di Taman Kehati Arboretum Unilak pun terasa kian lembab.

Sisa  tempiasan air hujan membuat kami harus menyusuri jalan setapak dengan pelan jika tak ingin terpeleset. Rapatnya celah di hutan, memaksa kami untuk berhati-hati jika tak ingin kulit tergores oleh ranting dan tumbuhan merambat.

“Hati-hati ya kak, banyak  sarang lebah juga disini,” kata Marihot, mahasiswa Fakultas Kehutanan Unilak angkatan 2022 itu mengingatkan saat kami berjalan.

Sekitar 10 menit berjalan ke arah kanan, terlihat sebuah pendopo yang menyerupai bangunan kecil tanpa dinding yang terbuat dari besi dan kayu.

Marihot menjelaskan jika pendopo itu adalah shelter dan area camping.

“Bagi mahasiswa yang melakukan penelitian di hutan ini, biasanya berhenti di pendopo ini kak. Dan yang bisa masuk hutan ini juga tidak boleh sembarangan, harus yang memang berkepentingan untuk penelitian. Satpam aja tidak boleh masuk,” katanya.

Masuk lebih dalam menelusuri jalan setapak dengan track menurun, di tengah perjalanan, kami menemukan sebuah bangunan sekolah yang dibelah parit berukuran sekitar satu meter yang terlihat seperti pembatas area.

Saat kami mencoba menilik ke dalam parit, terlihat air yang mengalir. Jernihnya air membuat ikan-ikan kecil yang berenang di dasar parit dapat terlihat jelas.

Bahkan ketika saya mencoba menyentuh air di parit tersebut, terasa sejuk dan menyegarkannya. “Air ini asalnya dari mana?” tanya saya kepada Marihot.

Marihot pun secara gamblang menjelaskan jika air tersebut berasal dari Ekoriparian Patra yang sudah tersaring secara alami oleh akar pepohonan di hutan. Tampaknya mahasiswa yang satu ini sudah sangat fasih dengan keberadaan Ekoriparian dan Taman Kehati.

Akhirnya Marihot dan kelompok mahasiswa yang lain berhenti di sebuah lembah rawa basah. Mereka pun mulai melakukan pengukuran tinggi pohon yang ada di area itu.


(Mahasiswa Unilak tengah melakukan pengukuran pohon, Foto : Devi Mewani)

Selagi mereka meneliti, mata saya pun awas memandang ke sekitar. Ternyata tak hanya pohon yang ada dilembah rawa tersebut, karena ada banyak sekali jenis flora seperti Meranti Rawa, Pandan Rawa  dan berbagai jenis tanaman rawa lainnya yang kurang saya kenal.

Dan dari Marihot juga saya akhirnya mengetahui, jika hutan mini ini terdiri dari dua bagian, yaitu hutan rawa dan hutan dataran rendah yang ditumbuhi dengan tanaman endemik Indonesia.

Jika di hutan rawa, kita bisa dengan menemukan berbagai pepohonan rawa yang tumbuh subur.

Dan jika di hutan dataran rendah, kita akan menemukan berbagai pepohonan berjenis kayu keras dan kasar, seperti Gaharu (Aquilaria malaccensis), Meranti (Shorea), Pulai (Alstonia scholaris), Ulin (eusideroxylon zwageri), dan berbagai jenis kayu tahan air lainnya, yang merupakan jenis kayu dengan nilai komersial tinggi.

Setelah mereka selesai melakukan pengukuran, kami pun kembali berjalan.

Terlihat deretan pepohonan besar yang ditempeli foto barcode yang dilaminating. Saya pun meminta Marihot untuk menunjukkan cara penggunaan barcode tersebut.

Ternyata caranya sangat mudah. Cukup membuka sebuah laman website lewat smartphone, Anda bisa memilih barcode yang dipilih untuk di-scan. Dan, berbagai informasi tentang pohon yang discan itupun akhirnya muncul di layar.

Namun sayang, karena jumlah pohon yang sangat banyak. belum semua pohon di hutan itu diberi barcode.


(Salah satu pohon di Taman Kehati yang telah diberi barcode, Foto : Devi Mewani)

Luas hutan mini yang dijadikan Taman Kehati Arboretum kurang lebih seluas 9,3 hektare dan telah ditumbuhi sekitar 200 jenis pepohonan.

Tak hanya pohon saja, tanaman merambat atau liana, berbagai jenis tanaman buah langka, tanaman rumput dan tanaman obat-obatan juga dapat ditemui disini. 

Bahkan ada salah satu pohon langka yang ada di Taman Kehati ini, yaitu pohon Keruing (Dipterocarpus). Keruing sendiri merupakan pohon yang bisa dikatakan terancam punah.

Selain tanaman, ada berbagai jenis satwa yang hidup di hutan ini.

Sebut saja Sanca Darah (Python curtus), Biawak Air (Varanus salvator), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Ular Kobra Sumatera (Naja sumatrana), Ular Cincin Emas (Boiga dendrophila), Ular Sanca (Pythonidae), Bajing Kelapa (Callosciurus notatus), Kura-Kura Ambon (Cuora amboinensis), Labi-labi (Trionychidae), Tupai (Scandentia), Monyet (Hominoidea), Biawak (Varanus), Beruk (Macaca nemestrina ) serta berbagai jenis serangga.  

Bahkan beberapa jenis burung langka juga pernah singgah di hutan itu, seperti Beluk Jampuk (Bubo sumatranus), Sikep Madu (Pernis ptilorhynchus), Cekakak Belukar (Halcyon smyrnensis), Elang Ular (Spilornis cheela ), Kadalan Beruang (Phaenicophaeus curvirostris).

Tak hanya burung, primata langka seperti Lutung Hitam (Trachypithecus ebenus) juga pernah terlihat di hutan ini.

Namun kami kurang beruntung hari itu. Tak terlihat seekor monyet pun di hutan itu. “Biasanya disini banyak kawanan monyet liar yang suka nangkring di atas pohon lho, kak,” kata Marihot lagi.

Taman Kehati kini menjadi habitat satwa liar dan berfungsi bak hutan tropis pada umumnya.

Dodi Sukma mengatakan terdapat 173 spesies flora dan 87 spesies fauna di Taman Kehati Arboretum.

“Sebanyak 16 persen diantaranya merupakan spesies langka, baik critically endangered (spesies terancam kritis), endangered (terancam), maupun vulnerable (rentan). Dan dari 87 spesies satwa yang ditemukan, 10 persen diantaranya masuk dalam kategori satwa langka dan dilindungi,” kata Dodi.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2022, total luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 125,76 juta hektare (ha) atau setara dengan 62,97% dari luas daratan Indonesia yang sebesar 191,36 juta ha.

Dan Taman Kehati meski bukanlah hutan alami, tapi menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi, layaknya hutan yang terbentuk oleh alam. Karena ada banyak pohon dan tumbuhan yang berasal dari berbagai wilayah di Tanah Air.

Sumbangsih para alumni Unilak yang telah lulus juga salah satu andil dalam keberagaman di Taman Kehati. Biasanya para alumni yang bekerja di luar kota datang mengunjungi Arboretum, lalu menanam bibit dengan tujuan dapat menjadi objek penelitian kelak bagi adik kelas mereka.

Oleh karena itu, meski berada di tengah kota, Taman Kehati ini tetap bekerja sesuai dengan fungsinya untuk pelestarian air, hutan, tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya.

Ekoriparian Patra Unilak dan Taman Kehati Arboretum : Dua Destinasi Wisata Edukasi yang Jadi Sepenggal Surga di Bumi Rokan

Wakil Rektor II Universitas Lancang Kuning sekaligus pengelola Ekoriparian, Hardi, SE, MM mengatakan jika kehadiran Ekoriparian dan Taman Kehati Arboretum Unilak adalah dua hal yang sejalan yang telah menjadi simbiosis mutualisme, sehingga tak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.

“Hutan dan air adalah dua hal yang sejalan. Hutan akan memberi fungsi terhadap air dan begitupun sebaliknya. Dan keselarasan inilah yang kami gabungkan lewat Ekoriparian Patra dan Taman Kehati Arboretum Lancang Kuning,” katanya.

Hardi juga menjelaskan jika Ekoriparian sangat bergantung dengan tumbuhan-tumbuhan di Taman Kehati, begitupun sebaliknya.

“Tanpa adanya filtrasi dan infiltrasi dari Taman Kehati, hal yang mustahil jika air yang dialirkan di Ekoriparian terjaga kelestariannya. Dan bagi tanaman yang tumbuh di Taman Kehati, juga tak mungkin bisa subur jika suplai air untuk kebutuhan nutrisi tidak tercukupi. Keduanya sudah memiliki fungsi masing-masing dalam siklus alamiah,” tambah Hardi.

Rektor Unilak, Prof. Dr. Junaidi, SS, M.Hum menyebut jika tujuan awal dibangunnya Arboretum tersebut adalah sebagai tempat praktikum mahasiswa di Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning.

Namun kini pihaknya mengaku telah menerima banyak kunjungan yang ingin mempelajari tentang spesies tanaman dan hewan langka.

Adapun pembangunan Taman Kehati ini diinisiasi saat kunjungan kerja Menteri LHK Siti Nurbaya beberapa waktu lalu ke Riau.

Kala itu dilakukan pertemuan dengan perwakilan Mapala se-Riau dan NGO yang membahas berbagai hal tentang lingkungan hingga sampailah kepada pengusulan Unilak untuk dibangunkan Taman Kehati, dan itu langsung diungkapkan oleh Siti Nurbaya. 

Permintaan Siti Nurbaya ini pun kemudian ditindaklanjuti oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan menggandeng PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mitra.

Setelah ditugaskan oleh KLHK, pembangunan Taman Kehati dan Ekoriparian di Unilak pun segera digesa oleh PHR.

“Taman Kehati merupakan program nasional untuk mengkonservasi kekayaan hayati sebagai salah satu upaya pencapaian komitmen global SDG’s 2030,” pungkas Junaidi.

Tak lupa, Junaidi juga mengucap rasa syukur dan terimakasihnya kepada PHR dan KLHK, karena telah dalam pengembangan dan pengelolaan Ekoriparian dan Taman Kehati Arboretum.

Roni, salah seorang pengunjung yang sengaja datang ke Ekoriparian mengatakan sangat senang berkunjung ke kawasan tersebut.

“Tempatnya adem dan sangat cocok bila dijadikan wisata edukasi atau untuk rekreasi keluarga. Disini kita bisa belajar cara menjaga lingkungan, karena ini merupakan wisata edukasi yang kental dengan nuansa alam,” katanya.

Roni juga mengaku bersyukur dengan adanya Ekoriparian yang bisa menjadi ruang terbuka di Pekanbaru. Dengan keasrian lingkungan yang menyejukkan, hutan yang terawat membuat pemandangan di Ekoriparian sangat indah.

“Saya berharap semoga kawasan ini dapat dijaga kelestariannya. Ini adalah asset jangka panjang, untuk anak cucu kita kelak. Ibarat lagu, semoga keindahan ini tidaklah cepat berlalu,” pungkas Roni.

Bakti CSR Pertamina Dalam Memperkuat Strategi Untuk Menurunkan Emisi Secara Ramah Lingkungan

Tak bisa dipungkiri bila kehadiran PHR dalam membalut Ekoriparian Patra dan Taman Kehati sangatlah penting.

Berkat tiga komponen penting antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dari sector pemerintah, PHR dari sektor swasta serta Universitas Lancang Kuning dari sektor pendidikan, membuat Ekoriparian dan Taman Kehati di Universitas Lancang Kuning adalah tempat yang layak bagi tapi wisatawan untuk belajar banyak  tentang jenis kayu hutan, kelestarian air, dan bagaimana alam bekerja.

Sebagai perusahaan yang beroperasi di Provinsi Riau, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) diketahui memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bidang lingkungan.

Taman Kehati Arboretum dan Ekoriparian Patra Unilak adalah salah satu program CSR yang dilakukan PT PHR di bidang lingkungan.


(Kolaborasi KLHK-PHR Wujudkan Taman Kehati di Kampus Unilak, Foto : unilak.ac.id)

PT PHR sebagai perusahaan yang diberi mandat oleh KLHK menilai jika Taman Kehati Arboretum yang ada di Kampus Unilak Kota Pekanbaru, memiliki potensi besar yang bisa dikembangkan menjadi lokasi konservasi, edukasi, sekaligus tempat eduwisata bagi masyarakat ibu kota Bumi Lancang Kuning.

Pinto Budi Bowo Laksono selaku Manager Social Performance PHR WK Rokan mengakui jika pihaknya berkomitmen dalam menjaga lingkungan serta selaras dengan berbagai program lingkungan pemerintah khususnya di KLHK.

“Adapun alasan kami memilih Unilak sebagai lokasi program Taman Kehati dan Ekoriparian ini tidak main-main. Tapi dilakukan berdasarkan asesmen oleh para ahli dan tentunya sejalan dengan program pemerintah dalam hal ini Kementerian LHK,” ungkap Pinto di hadapan media.

Pinto mengakui program Taman Kehati Arboretum dan Ekoriparian Patra Unilak menjadi peluang hadirnya sebuah tempat eduwisata baru bagi masyarakat di Kota.

Pria berkacamata ini yakin dengan beragam upaya pendampingan dan penguatan kapasitas pengelola, nantinya Taman Kehati dan Ekoriparian Patra mampu menjadi taman yang bersih serta menjadi pilihan masyarakat untuk bersantai sekaligus belajar mencintai lingkungan sekitarnya.

Di awal Juni 2023 lalu, PT PHR bersama Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK di Jakarta, telah menyerahterimakan fasilitas Ekoriparian Patra Lancang Kuning dan Taman Kehati Arboretum secara resmi kepada Universitas Lancang Kuning.

Adapun penyerahan ini sebagai komitmen nyata PHR dalam menjaga kelestarian lingkungan di Provinsi Riau dan bagian dari Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHR yang telah berhasil diselesaikan.

Serah terima dilakukan secara simbolis oleh EVP Upstream Business PHR Edwil Suzandi kepada Rektor Unilak Prof. Dr. Junaidi, SS.M.Hum dengan disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Ir. Sigit Reliantoro, M.Sc serta Kepala Departemen Formalitas dan Humas SKK Migas Sumbagut Yanin Kholison di Gedung KLHK Jakarta.


(FGD Wetland 4GS, Taman Kehati dan Ekoriparian yang digelar PHR. (Foto: Ist)

Tak hanya itu, berdasarkan rekomendasi dari KLHK, antara Ekoriparian dan Taman Kehati Arboretum Unilak juga dibuat manajemen khusus dalam pengelolaannya, cerita Pinto.

Rudi Ariffianto selaku Corporate Secretary PHR mengatakan bahwa PHR berkomitmen dalam menjaga lingkungan serta konservasi keanekaragaman hayati selaras dengan berbagai program pemerintah khususnya di KLHK.

“Taman Kehati dan Ekoriparian menjadi peluang hadirnya tempat eduwisata baru bagi masyarakat Pekanbaru dan bisa menjadi sebuah laboratorium kehutanan yang mendukung kegiatan belajar mengajar,” kata Rudi.

PHR berharap dengan kehadiran Taman Kehati dan Ekoriparian ini bisa menjadi wahana wisata ekologi yang memberikan dampak positif pada sistem hidrologi, penyedia habitat satwa, memperbaiki iklim mikro, menambah daerah tangkapan air, menetralisir polutan dan meningkatkan estetika dalam mewujudkan sepenggal surga di Bumi Rokan. ***

 

PENULIS : DEVI MEWANI
Link Berita : https://www.riau24.com/berita/baca/1698065378-ekoriparian-patra-dan-taman-kehati-arboretum-sepenggal-surga-di-bumi-rokan?page=all