Berbeda Dengan Gibran, Giliran Anies Baswedan Bicara Bonus Demografi Indonesia
"Anak muda kini hidup dalam tekanan berlapis. Harus sukses cepat, menopang keluarga, mengatasi ketidakpastian kerja, dan membangun masa depan di tengah ruang hidup yang kian mahal. Mereka bukan hanya generasi yang tangguh, tapi generasi yang sibuk, dan generasi yang letih. Anak muda disebut penopang kemajuan, tapi siapa yang menopang mereka? Di balik label produktif, tumbuh fenomena senyap tekanan psikis, gangguan mental, dan rasa hampa. Dunia kerja menuntut kecepatan, tapi lupa menyediakan ruang untuk bernapas. Ini bukan bonus, tapi beban," tuturnya.
Kemudian, Anies bicara terkait jurang aspirasi antara yang tua dan yang muda. Dia menyebut ada kesenjangan tapi Indonesia kini masih didominasi pihak yang tua.
"Yang muda bicara kolaborasi, keterbukaan, dan lompatan. Yang tua bicara kehati-hatian dan stabilitas. Tapi ruang pengambil keputusan masih didominasi kultur lama yang lamban, eksklusif, dan hierarkis. Ketika ide-ide segar dan aspirasi terhenti di meja birokrasi, bukan hanya gagasan yang mati, tapi juga semangat untuk percaya. Bonus ini bisa berubah menjadi jurang yang memisahkan cara pandang. Jika tak dijembatani, maka lahirlah sinisme terhadap institusi," ujarnya.
Lebih lanjut, Anies juga bicara fakta desa dan kota kecil yang mulai ditinggalkan anak muda. Kemudian, ia menyebut para anak muda itu pergi ke kota yang justru membuat mereka hidup dalam zona abu-abu ekonomi.
Selain itu, Anies juga mengungkit narasi 'anak muda pekerja keras'. Anies melihat ada tersembunyi kenyataan yang lebih pahit di balik narasi tersebut.
"Mereka bertahan hidup, bukan bertumbuh. Mereka sibuk, tapi tak selalu sejahtera. Dan bila sistem tetap diam, maka yang muncul adalah generasi pekerja yang kelelahan dalam senyap," imbuhnya.