Kerugian Tambang Raja Ampat Lampaui Kasus PT Timah Rp271 Triliun
RIAU24.COM - Aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan tajam.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi memperkirakan aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat telah menimbulkan kerugian yang secara nominal bahkan melebihi dampak kasus PT Timah Tbk.
Fahmy berpendapat, kerusakan ekosistem imbas aktivitas pertambangan lebih besar nilainya ketimbang keuntungan ekonomi yang dikantongi negara dari kegiatan sejumlah perusahaan tambang beroperasi di Raja Ampat.
"Apalagi ini untuk di Raja Ampat, itu kan banyak flora dan fauna dan spesies yang itu langka. Kalau itu kemudian punah, itu kan nggak bisa direklamasi. Nggak bisa didatangkan lagi ikan yang mati tadi. Nah, maka itu kerugiannya sangat besar," kata Fahmy, Rabu (11/6).
Secara kalkulasi, lanjut Fahmy, nilai kerugian negara dari aktivitas pertambangan di Raja Ampat bisa lebih dari Rp300 triliun, berkaca dari kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup, negara mengalami kerugian senilai Rp271 triliun akibat kerusakan lingkungan dari penambangan ilegal dalam kasus PT Timah.