Anies dan Gatot Nurmantyo Disebut Masuk Kabinet Prabowo, Benarkah?
“Seorang presiden tidak mungkin main-main mengucapkan kata makar atau terorisme. Itu pasti berdasarkan informasi intelijen dari instrumen negara seperti BIN atau kepolisian. Maka, hal ini harus diverifikasi dan dibuktikan,” katanya.
“Mahasiswa itu basisnya intelektual. Mereka kritis tapi tetap dalam koridor hukum. Tidak mungkin mahasiswa melakukan makar atau terorisme, apalagi membakar rumah pejabat. Jadi jangan dijadikan kambing hitam,” tambahnya.
Habil itu juga mengingatkan pengalaman pada 2019 ketika sejumlah tokoh terseret kasus makar pasca-aksi di Bawaslu. Ia menyebut nama-nama seperti Kivlan Zen, Egi Sujana, dan Lius Sungkarisma yang ikut terjerat, termasuk dirinya sendiri.
“Saya sendiri pernah mendekam delapan bulan dengan tuduhan makar. Tuduhannya saya membiayai pembelian senjata, bahkan dituduh ingin membunuh jenderal. Jumlah yang disebut hanya Rp15 juta, mana mungkin untuk makar? Itu tuduhan nonsens,” ungkapnya.
Ia menilai pola kriminalisasi seperti itu tidak boleh terulang, karena akan merusak kepercayaan publik terhadap aparat.
Isu makar, menurutnya, juga dapat menimbulkan dampak luas terhadap stabilitas ekonomi. Investor, kata dia, akan ragu menanamkan modal jika pernyataan presiden tidak diikuti dengan bukti nyata.