Menu

Kalau Pendapatan Anda di Bawah Angka Ini, Berarti Anda Miskin

Siswandi 16 Jul 2019, 10:11
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengungkapkan, batas garis kemiskinan di Indonesia kembali naik. Dalam catatan pihaknya, garis kemiskinan pada Maret 2019 adalah sebesar Rp425.250 per kapita per bulan, naik sebesar 3,55 persen dibanding September 2018 sebesar Rp410.670 per kapita perbulan. Angka ini juga mengalami kenaikan
sebesar 5,99 persen dibanding Maret 2018, yakni sebesar Rp401.220 per kapita per bulan.

Lebih lanjut, ia menjabarkan jika rata-rata setiap rumah tangga di Indonesia memiliki 4,68 anggota keluarga. Dengan demikian, maka garis kemiskinan rata-rata secara nasional menjadi sebesar Rp1.990.170 per rumah tangga.  

Artinya, bila ada rumah tangga yang memiliki pendapatan di bawah angka di atas tersebut, berarti yang bersangkutan masuk dalam kategori miskin.

"Jadi dengan anggota rumah tangga miskin itu anaknya antara 4 sampai 5 orang, garis kemiskinan pada level nasional adalah Rp1,99 juta per rumah tangga," ungkapnya di Kantor BPS Pusat di Jakarta, Senin 15 Juli 2019.

"Jadi orang akan dikatagorikan miskin kalau pendapatannya di bawah Rp1,99 juta. Untuk mencari uang sebesar hampir Rp2 juta bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi garis kemiskinan di tiap daerah berbeda," ujarnya lagi, dilansir viva, Selasa 16 Juli 2019.

Lebih lanjut, dia menjabarkan, garis kemiskinan tertinggi terdapat di daerah DKI Jakarta, yakni sebesar Rp637.260 per kapita per bulan. Atau dengan pendapatan per rumah tangganya sebesar Rp3.358.360 per bulan, dengan asumsi jumlah anggota keluarga sebanyak empat hingga lima orang.

Sementara itu, garis kemiskinan terendah terdapat di daerah Nusa Tenggara Barat, yakni sebesar Rp384.880 per kapita per bulan. Jika satu keluarga di NTB terdapat empat sampai lima anggota keluarga maka garis kemiskinan per rumah tangganya adalah sebesar Rp1.578.008.

"Salah satu PR yang perlu kita pikirkan ke depan adalah adanya disparitas yang tinggi antarprovinsi, jadi kita perlu membuat kebijakan yang lebih spesifik dengan mempertimbangkan karakteristik di daerah masing-masing," terangnya lagi. ***