Menu

Pukat UGM Sebut Revisi UU KPK yang Cacat Bisa Dikoreksi, Begini Caranya

Siswandi 22 Sep 2019, 23:28
Ilustrasi: aksi massa menolak revisi UU KPK. Foto: int
Ilustrasi: aksi massa menolak revisi UU KPK. Foto: int

RIAU24.COM -  Hingga saat ini penolakan terhadap revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja bergaung.

Terkait hal itu, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril, menilai, penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait KPK dapat menjadi koreksi atas UU yang dibuat secara terburu-buru dan dinilai cacat prosedural tersebut.

Dilansir republika, Minggu 22 September 2019, Oce menilai, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang disahkan DPR, memiliki cacat prosedur baik secara formil maupun materiil.

"Paling tidak perppu itu menggambarkan bahwa sebetulnya ini bentuk koreksi atas beberapa persoalan keterburu-buruan dan cacat prosedur yang dialami oleh UU KPK yang baru," lontarnya.

Lebih lanjut, Oce menambahkan, cacat formil yang dimaksud salah satunya mengenai proses pembentukan RUU KPK yang tidak partisipatif dan tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2019.

Sementara cacat materiil antara lain mengenai sejumlah poin revisi yang dinilai melemahkan KPK, seperti keberadaan dewan pengawas, izin penyadapan, serta wewenang menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

Menurut Ketua Pukat UGM ini, peluang Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu KPK terbuka lebar. Ini berkaca kepada keputusan presiden sebelumnya yang menunda pengesahaan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurut Oce, jika melihat respons Jokowi yang menunda pengesahaan RUU KUHP, maka tidak menutup kemungkinan Presiden juga akan mengeluarkan Perppu KPK. Apalagi penolakan dari masyarakat tampak begitu massif. ***