Menu

Makna Sumpah Pemuda Ke-91 di Tengah Global Citizen

Riki Ariyanto 28 Oct 2019, 18:13
Makna Sumpah Pemuda Ke-91 (foto/ilustrasi)
Makna Sumpah Pemuda Ke-91 (foto/ilustrasi)

RIAU24.COM - JAKARTA- Kalimat orang Indonesia asli yang menjadi makna Sumpah Pemuda bisa dikatakan tidak berlaku lagi saat ini. Sebagaimana perkembangan zaman yang mengenalkan global citizen atau penduduk dunia global.

Hal itulah yang diungkapkan oleh Anggota Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) dari Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Engelius Wake Wako saat diskusi Empat Pilar dengan tema "Memaknai Sumpah Pemuda" di pers room parlemen, Jakarta, Senin (28/10/2019).

zxc1

Engelius menyebutkan, bahwa dunia telah berubah begitu cepat. "Sehingga kita tidak lagi menjadi orang Indonesia An Sich karena di saat bersamaan kita menjadi global citizen kita sudah menjadi masyarakat global hari ini," jelasnya.

Sebagaimana, kata Engelius, perkembangan teknologi digital telah merubah jarak dan waktu dunia. Sehingga persaingan pun menjadi terbuka. "Ini yang perlu dipersiapkan yah pemerintah bisa tidak memayungi anak-anak muda ini terserap dengan baik," tuturnya.


Senator dari NTT itu pun menambahkan, salah satu contohnya adalah tidak membuat standar merata dalam memberikan kebijakan yang membuka kesempatan anak bangsa ini.

zxc2

"Contoh saja beasiswa LPDP itu yang merupakan dana abadi tidak semua anak bangsa bisa dapat dan waktu saya masih jadi aktivis itu penyimpangan," jelasnya.


Yakni, untuk dapat beasiswa dengan kebebasan finansial itu harus memiliki skor TOEFL 500. "Sorry to say hanya orang Jawa saja yang dapat. Di daerah itu fasilitas pendidikan saja enggak ada yang mungkin bisa dapat. Namun, kemudian pemerintah mengeluarkan beasiswa LPDP Arfernatif," tuturnya.


Sementara itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo pernah menyatakan, bahwa konsep global citizen bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.


Bahkan Gatot menyebutkan, bahwa global citizen harus diwaspadai betul-betul. "Karena mereka tidak membicarakan masalah kebangsaan karena masalah kebangsaan menghambat globalisasi. Sedikit saja perbedaan kita dengan Amerika kalau Amerika negara dulu terbentuk baru bangsanya dibentuk. Kalau Indonesia Bangsa dulu ada baru kemudian negara terbentuk dan ini bisa hilang dengan adanya global citizen."


"Karena siapapun bisa menjadi penduduk negara lain yang penting punya uang dan punya izin," ujar Gatot dalam pidato kebangsaannya di kampanye Pilpres Prabowo-Sandi pada 13 April 2019 lalu.

Gatot pun mencontohkan, sebuah wilayah di Jawa Timur yakni daerah Kepanjen. "Dibuat super blok dengan fasilitas lengkap, mall dan lain-lain setelah itu Bupatinya menaikan NJOPnya kira-kira petani sanggup gak," jelasnya. (R24/Bisma)