Menu

Pakar Hukum Ini Sebut Jokowi Lakukan Strategi Tutupi Nasi Basi, Ini Alasannya

Satria Utama 22 Dec 2019, 11:06
Presiden Jokowi
Presiden Jokowi

RIAU24.COM -  Presiden Jokowi dituding lakukan strategi "Tutupi Nasi Basi" dalam kontroversi Undang-Undang KPK. Pelantikan Dewan Pengawas KPK yang diisi oleh orang-orang berlatar belakang baik hanya upaya menutupi keburukan sistem dalam UU KPK hasil revisi.

Demikian disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari. "Dewas itu ibarat tudung saji yang bagus. Jokowi hendak menutupi nasi dan sambal basi kealpaan UU KPK dengan tudung saji itu," ucap Feri melalui keterangan tertulis, Sabtu (21/12).

Feri mengakui bahwa anggota Dewas yang dilantik Jokowi berlatar belakang baik dan akan membawa suasana kerja yang positif. Akan tetapi, itu bukan jaminan Dewas bisa bekerja ideal dalam empat tahun ke depan karena sistemnya salah.

"Terutama karena sistem yang dibangun UU baru sangat buruk karena menempatkan orang-orang presiden," kata Feri seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Menurut Feri, posisi Dewas sangat penting dalam KPK berdasarkan UU No. 19 tahun 2019. Jauh lebih penting ketimbang pimpinan KPK yang diketuai Komjen Pol Firli Bahuri.

Dewas memiliki kewenangan yang bersifat pro justisia hingga mengawasi etik pimpinan KPK. Perjalanan kasus yang ditangani KPK pun bergantung pada keputusan Dewas.

Dengan demikian, kata dia, pimpinan KPK periode 2019-2023 hanya sebatas penyelenggara administratif. Kewenangan-kewenangan penting dimiliki oleh Dewas. "Dewas memang sengaja diisi figur-figur baik, tetapi problematika kan tidak soal figur baik, tetapi sistem buruk yang dibawa UU KPK," tambah Feri.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Ficar Hadjar, meminta publik harus tetap kritis terhadap kinerja Dewas meskipun saat ini diisi oleh orang-orang yang memiliki citra baik.

"Jangan sampai menjadi jebakan batman buat kita, bahwa kemudian [figur Dewas membuat] kita menyetujui sistem itu," ucapnya.

Ia bahkan menilai KPK potensial menjadi alat penguasa untuk menjatuhkan lawan politiknya lewat Dewas. "Sepanjang kewenangannya diangkat oleh Presiden, potensinya sangat besar," kata Ficar.***