Menu

Berdasarkan Versi ADB, Jakarta Keluar dari 10 Kota Termacet, ini Penjelasannya

M. Iqbal 11 Jan 2020, 08:30
Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

RIAU24.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan jika Ibukota masih masuk dalam 10 kota termacet. Tapi, ada versi data lain yang menunjukkan jika Jakarta sudah keluar dari 10 besar kota termacet. 

Awalnya, pernyataan Anies terkait Jakarta sebagai 10 kota termacet disampaikan dalam sambutan di Kementerian BUMN, Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). Dia menargetkan agar Jakarta keluar dari predikat kota termacet.

"Jakarta kota termacet di dunia nomor 4 di tahun 2017. Dalam setahun turun jadi nomor 7 di dunia. Kita rencana keluar dari 10 besar, kita tidak lagi jadi kota termacet," ujar Anies dikutip dari Detik.com, Jumat, 10 Januari 2020.
zxc1

Kata Anies tersebut senada dengan data kemacetan versi TomTom Traffic Index 2018. Dari data dari situs TomTom, Indonesia menduduki peringkat ketujuh kota termacet di dunia. Tingkat kemacetannya sebesar 53% atau turun 7% dari 2017.

Berikut 10 besar kota termacet di dunia versi TomTom Traffic Index:

1. Mumbai (India): 65%

2. Bogota (Kolombia): 63%
3. Lima (Peru): 58%
4. New Delhi (India): 58%
5. Moscow region (Rusia): 56%
6. Istanbul (Turki): 53%
7. Jakarta (Indonesia): 53%
8. Bangkok (Thailand): 53%
9. Mexico City (Meksiko): 52%
10. Recife (Brasil): 49%

Data tersebut dikumpulkan berdasarkan software navigasi dan maps dengan akurasi tinggi. Data itu dipakai untuk memetakan kemacetan secara realtime. 
zxc2

Meski demikian, ada data versi lain yang menunjukkan hasil berbeda. Dalam data versi Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) lewat laporan Update of the Asian Development Outlook edisi September 2019, Jakarta sudah keluar dari 10 besar kota termacet. 

Jakarta, berada di posisi 17 dari 24 kota sampel dengan populasi lebih dari 5 juta penduduk. Kemacetan di Jakarta lebih tinggi dari kota Singapura, Karachi, Surabaya, Hong Kong, Ahmedabad, Lahore, dan Taipei.

Studi ini mengukur ongkos kemacetan dengan memfokuskan pada waktu yang hilang dalam perjalanan seseorang. Kemudian biaya operasional kendaraan dan juga tingkat polusi udara. Informasi tambahan juga dikumpulkan melalui data perjalanan yang diproyeksikan Google Maps.