Menu

Meski Dibatalkan MA, Jokowi Tetap Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pengamat Nilai Blunder bagi Pemerintah

M. Iqbal 15 May 2020, 10:38
Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

RIAU24.COM - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo menilai jika kebijakan Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan dinilai sebagai blunder. Hal tersebut dianggap akan menurunkan pamor Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kebijakan yang tidak populis ini telah menambah daftar sejumlah langkah blunder para pembantu presiden. Dampaknya, presiden kena getahnya. Pamor Jokowi berpotensi menurun drastis di periode kedua pemerintahannya," ujarnya dilansir dari Tempo.co, Jumat, 15 Mei 2020

Untuk diketahui, kenaikan iuran BPJS tersebut tercantum dalam Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada (5/5/2020).

Perpres tersebut diterbitkan sebagai pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019, tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen dari iuran sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Padahal sebelumnya, Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 telah membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) BPJS Kesehatan.

Meski ada perubahan jumlah angka kenaikan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dari yang tercantum dalam Perppres 75 Tahun 2019, namun Karyono menilai hal itu dirasakan masih memberatkan masyarakat. "Terlebih saat ini masih dalam situasi krisis wabah Covid-19," kata dia.

Dia menjelaskan jika substansi Putusan MA telah memerintahkan agar pihak pemerintah tidak membebani masyarakat (peserta BPJS), dengan menaikkan iuran di tengah lemahnya daya beli masyarakat akibat pelambatan perekonomian global. Apalagi di sisi lain pelayanan BPJS Kesehatan belum membaik.

Dia juga menilai seharusnya, pemerintah melaksanakan Putusan MA dengan memperhatikan dua hal pokok, yakni memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat, dan perbaikan sistem pelayanan serta manajemen BPJS sebelum membuat kebijakan tentang kenaikan iuran.

"Dua hal pokok itulah yang menjadi dasar pertimbangan putusan pembatalan kenaikan iuran BPJS," demikian Karyono.