Menu

Kisah WR Supratman Dalam Menciptakan Lagu Kontroversial Indonesia Raya

Devi 29 Dec 2020, 08:03
WR Supratman (Source: Commons Wikimedia)
WR Supratman (Source: Commons Wikimedia)

RIAU24.COM -  Gesekan biola Wage Rudolf Supratman membelah ruangan di Gedung Indonesische Clubgebouw. Pada Kongres Pemuda Kedua, 28 Oktober 1928, untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dinyanyikan. Tanpa sajak. Sejarah lagu Indonesia Raya hingga menjadi lagu kebangsaan resmi Indonesia mengalami perjalanan yang berat. Lagu ini menjadi kontroversial di mata Belanda, seperti ancaman yang terus berusaha dihancurkan oleh pemerintah kolonial.

Suatu hari di pertengahan 1920-an, WR Supratman menemukan sebuah artikel. Isinya ajakan komponis Indonesia untuk membuat lagu kebangsaan Indonesia. Supratman juga menggubah lagu yang pada saat itu ia namakan "Lagu Kebangsaan".

Lagu itu pertama kali dimainkan secara terbatas di Kongres Pemuda Kedua. Supratman hadir saat itu. Dia bukan orang baru. Supratman adalah seorang jurnalis.

Supratman pertama kali kembali ke Pulau Jawa pada tahun 1924, setelah bertahun-tahun menemani sang kakak yang tinggal di Makassar. Di Jawa, Supratman bekerja sebagai jurnalis di Bandung dan menulis artikel di surat kabar Kaoem Modeda, Kaoem Kita, dan Sin Po.

Saat Kongres Pemuda Pertama digelar 30 April-2 Mei 1926, Supratman turut serta sebagai reporter koran Sin Po. Dari kehidupan inilah minat Supratman pada gerakan tumbuh. Supratman juga berkontribusi dalam menciptakan banyak lagu perjuangan yang membangkitkan semangat. Ciptaan pertamanya adalah lagu berjudul From West to East.

Kongres Pemuda II

Pada Kongres Pemuda II, Supratman bertemu dengan Soegondo Djojopoespito yang memintanya membawakan lagu Indonesia Raya. Namun mengingat banyaknya represifitas pemerintah kolonial terhadap semangat pembebasan -termasuk melalui penciptaan lagu, akhirnya lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan nada biola, tanpa lirik.

Meski begitu, salinan naskah lagu tersebut telah disampaikan di awal acara kepada beberapa remaja yang hadir pada kongres tersebut. Nyanyian biola Indonesia Raya hari itu disambut tepuk tangan meriah dari penonton.

Tidak butuh waktu lama. Lagu Indonesia Raya menyebar ke mana-mana. Laporan nyanyian lagu Indonesia Raya dibawakan oleh surat kabar Sin Po. Mereka menerbitkan pamflet dengan lirik lagu Indonesia Raya yang dijual dengan harga 20 sen per lembar. Supratman menerima royalti 350 gulden untuk penerbitan pamflet.

Beberapa pamflet yang dibagikan untuk memenuhi permintaan masyarakat disita oleh badan intelijen politik Hindia Belanda. Pemerintah kolonial merasa terancam dengan gaung lagu ini. Lagu Indonesia Raya dikhawatirkan akan memicu semangat kemerdekaan dan memicu pemberontakan.

Supratman juga diseret ke dalam interogasi. Pemerintah kolonial mempertanyakan penggunaan frasa "merdeka, merdeka" dalam lagu tersebut. Supratman menjawab, kalimat tersebut merupakan ubahan yang dilakukan oleh pemuda lain. Supratman mengatakan lirik asli Lagu Indonesia Raya untuk bagian itu adalah: moelia, moelia.

Protes menyebar di banyak daerah. Pemerintah Hindia Belanda juga mengubah deklarasi tersebut, dari larangan menjadi pembatasan. Akhirnya lagu Indonesia Raya bisa dinyanyikan dalam ruang tertutup dan tanpa lirik "merdeka, merdeka".

Jadi lagu kebangsaan
Harapan menggantikan lagu Indonesia Raya datang ketika Jepang datang ke Indonesia dan memaksa Belanda pergi. Meski tidak terlalu mulus. Seperti halnya Belanda, Jepang juga melarang lagu Indonesia Raya. Tidak hanya itu. Jepang juga melarang pengibaran bendera merah putih.

Kemudian pada tahun 1944, ketika posisi Jepang dalam Perang Dunia II semakin ditekan, Jepang membuat kesepakatan untuk memerdekakan Indonesia. Syarat dan ketentuan berlaku. Saat itu, Jepang merasa membutuhkan pejuang Indonesia untuk bertahan hidup.

Saat itu para tokoh kemerdekaan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pada saat yang sama, mereka juga membentuk Panitia Lagu Kebangsaan.

Panitia dipimpin sejumlah tokoh, mulai dari Soekarno, Ki Hajar Dewantara, Darmawijaya, Kusbini, KH Mansyur, Mohammad Yamin, Sanusi Pane, Cornel Simanjuntak, hingga A. Subarjo dan Utoyo. Sejumlah hal dilakukan oleh panitia dan melakukan perbaikan pada lagu Indonesia Raya. Penyempurnaan ini menghasilkan lirik baru yang kita kenal sekarang.

Memang ketika diciptakan pada tahun 1928 bahasa Indonesia belum sepenuhnya berkembang, masih banyak dipengaruhi oleh bahasa Melayu. Hal ini menyebabkan ketidakteraturan dalam bahasa lagu.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, lagu kebangsaan Indonesia akhirnya ditetapkan secara konstitusional sebagai lagu kebangsaan pada 18 Agustus 1945, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD).

Lagu Indonesia pertama dibawakan bersama pada Hari Kemerdekaan, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Menteng, Jakarta.