Menu

Suasana Panas di Keraton Yogyakarta Berlanjut, Dituding Makan Gaji Buta, Adik Sultan HB X Balas Begini

Siswandi 24 Jan 2021, 01:24
Keraton Yogyakarta. Foto: int
Keraton Yogyakarta. Foto: int

RIAU24.COM -  Suasana panas masih berlanjut di Keraton Yogyakarta. Adik tiri Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X), Gusti Bendara Pangeran Hario (GBPH) Yudhaningrat, balik merespons tudingan kakaknya yang menuding dirinya telah makan gaji buta.

Untuk diketahui, Sultan HB X sebelumnya menyatakan, pemecatan dua adiknya, yakni GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat dari jabatan strategis di Keraton sejak Desember 2020, karena dianggap hanya makan gaji buta selama lima tahun.

“Tudingan makan gaji buta itu sungguh sangat tak berdasar,” ujar GBPH Yudhaningrat, dilansir tempo, Sabtu, 23 Januari 2021.

Di Keraton Yogyakarta, Yudhaningrat menjabat Manggala Yudha atau semacam perwira tertinggi atau panglima Keraton Yogya. 

Terkait tudingan sang kak, ia merinci berapa sebenarnya honor yang ia peroleh selama ini, baik sebagai pangeran Keraton Yogyakarta maupun sebagai Penggedhe (kepala) Kawedanan Hageng Punakawan Parwa Budaya Keraton Yogyakarta. Untuk jabatan yang ini, ia bertugas mengurus bidang budaya, keagamaan dan adat istiadat.

Menurutnya, para pangeran yang merupakan putra putra Sultan HB IX, menerima honor dari dua sumber. Yakni dari Keraton dan dari dana keistimewaan yang bersumber dari APBN. 

“Ketentuan soal honor dari dana keistimewaan kebetulan yang membuat saya saat masih menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DIY tahun 2015,” kata dia.

Untuk besarannya, Yudha menjelaskan honor ia yang peroleh sebagai Manggala Yudha dari Keraton Yogya adalah Rp8 ribu per bulan.

Sedangkan dari alokasi dana keistimewaan sebagai pangeran, yang mulai diberikan sejak 2014, ia menerima Rp1.250.000 (satu juta dua ratus lima puluh ribu) per bulan. Sementara untuk honor sebagai pangeran dari dana keistimewaan ini hanya bisa dicairkan setiap empat bulan sekali.

Sedangkan honornya sebagai kepala departemen inti Keraton tidak pernah ada. Yudha sempat menjabat dua jabatan struktural di Keraton sebelum dipecat Sultan HB X. Selain sebagai Penggedhe Parwa Budaya, Yudha juga menjabat sebagai Kridho Mardawa untuk urusan kesenian.

“Jadi jika Sultan HB X menyebut saya makan gaji buta itu tak berdasar karena dari jabatan struktural itu kami tidak mendapat gaji,” ujarnya.

Selain itu, sebagai pangeran Keraton, baik istri dan anak-anak mereka juga mendapat alokasi honor dana keistimewaan, namun dengan besaran berbeda.

Misalnya, untuk keluarga Yudhaningrat, istrinya mendapat honor sebesar Rp600 ribu per bulan. Sedangkan untuk anaknya, karena hanya berjumlah satu orang, mendapat jatah Rp400 ribu per bulan. Total honor dari dana keistimewaan yang diterima keluarga Yudhaningrat per bulan adalah sebesar Rp2.250.000.

“Jadi jangan dikira dari dana keistimewaan itu (keluarga Keraton) dapatnya puluhan juta per bulan, hanya bisa saya pakai untuk pakan jaran (makan kuda),” ujarnya.

Sementara, Keraton Yogya sendiri tidak memiliki kuda sehingga akhirnya ia berinisitif membeli dan memelihara kuda sendiri untuk kegiatan upacara tradisi.

“Keraton kok tidak punya kuda, akhirnya dulu saya yang beli kuda dan membiayai pemeliharaannya pakai honor dana keistimewaan itu,” ujarnya lagi. ***