Menu

Perkosaan Jadi Teknik Penyiksaan China Terhadap Warga Uighur

Rizka 24 Feb 2021, 10:17
google
google

RIAU24.COM -  Warga Uighur yang pernah ditahan di kamp tahanan di Xinjiang, China, mengatakan pernah dianiaya secara seksual dan diperkosa ketika diintrogasi oleh pihak berwenang.

Dilansir dalam Voaindonesia, Tursunay Ziyawudun (korban) menyaksikan apa yang disebutnya sebagai penganiayaan seksual paling barbar dan tidak manusiawi terhadap dirinya dan sesama penghuni tahanan lain.

“Saya dipukuli, bagian intim saya disetrum dengan tongkat bermuatan listrik dan saya diperkosa beramai-ramai”, ungkap Ziyawudun pada VOA.

Pria-pria tersebut selalu mengenakan masker walaupun saat itu pandemi belum melanda.

Mereka memakai setelan resmi, namun bukan seragam polisi.

Mereka kadang datang ke sel-sel lewat tengah malam untuk memilih perempuan yang mereka inginkan dan membawanya melewati lorong menuju ke sebuah kamar gelap, yang tidak ada kamera pengawas.

Berdasarkan estimasi independen, lebih dari satu juta pria dan perempuan ditahan di kamp-kamp yang disebut China sebagai tempat pendidikan ulang bagi orang-orang Uighur dan etnik minoritas lainnya.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintah China secara bertahap mencabut kebebasan beragama dan kebebasan lainnya dari orang Uighur, yang berujung pada sistem pengawasan massal, penahanan, indoktrinasi, dan bahkan sterilisasi paksa.

Kebijakan tersebut berasal dari Presiden China, Xi Jinping, yang mengunjungi Xinjiang pada tahun 2014 setelah serangan teror separatis Uighur.

Tak lama kemudian, menurut rangkaian dokumen yang bocor ke New York Times, dia memerintahkan pihak berwenang setempat untuk mengatasinya benar-benar tanpa ampun.

Bulan lalu, pemerintah AS mengatakan bahwa tindakan China merupakan aksi genosida. China mengatakan berbagai laporan tentang penahanan massal dan sterilisasi paksa merupakan "kebohongan dan tuduhan tidak masuk akal".

Banyak korban tidak bisa bicara, salah satunya karena takut akan pembalasan oleh Pemerintah China.

Sementara Jubir Kemlu China Wang Wenbin mengkalim perkosaan Ziyawadun tidak memiliki dasar faktual sama sekali.

Warga Uighur yang pernah ditahan di kamp tahanan di Xinjiang, China, mengatakan pernah dianiaya secara seksual dan diperkosa ketika diintrogasi oleh pihak berwenang.

Dilansir dalam Voaindonesia, Tursunay Ziyawudun (korban) menyaksikan apa yang disebutnya sebagai penganiayaan seksual paling barbar dan tidak manusiawi terhadap dirinya dan sesama penghuni tahanan lain.

“Saya dipukuli, bagian intim saya disetrum dengan tongkat bermuatan listrik dan saya diperkosa beramai-ramai”, ungkap Ziyawudun pada VOA.

Pria-pria tersebut selalu mengenakan masker walaupun saat itu pandemi belum melanda.

Mereka memakai setelan resmi, namun bukan seragam polisi.

Mereka kadang datang ke sel-sel lewat tengah malam untuk memilih perempuan yang mereka inginkan dan membawanya melewati lorong menuju ke sebuah kamar gelap, yang tidak ada kamera pengawas.

Berdasarkan estimasi independen, lebih dari satu juta pria dan perempuan ditahan di kamp-kamp yang disebut China sebagai tempat pendidikan ulang bagi orang-orang Uighur dan etnik minoritas lainnya.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintah China secara bertahap mencabut kebebasan beragama dan kebebasan lainnya dari orang Uighur, yang berujung pada sistem pengawasan massal, penahanan, indoktrinasi, dan bahkan sterilisasi paksa.

Kebijakan tersebut berasal dari Presiden China, Xi Jinping, yang mengunjungi Xinjiang pada tahun 2014 setelah serangan teror separatis Uighur.

Tak lama kemudian, menurut rangkaian dokumen yang bocor ke New York Times, dia memerintahkan pihak berwenang setempat untuk mengatasinya benar-benar tanpa ampun.

Bulan lalu, pemerintah AS mengatakan bahwa tindakan China merupakan aksi genosida. China mengatakan berbagai laporan tentang penahanan massal dan sterilisasi paksa merupakan "kebohongan dan tuduhan tidak masuk akal".

Banyak korban tidak bisa bicara, salah satunya karena takut akan pembalasan oleh Pemerintah China.

Sementara Jubir Kemlu China Wang Wenbin mengkalim perkosaan Ziyawadun tidak memiliki dasar faktual sama sekali.