Menu

Seandainya Jabatan Jokowi Diperpanjang, Luhut Ingin Jadi Penasehat Presiden di 2024: Kalau Menteri Sudah Cukup

Rizka 13 Mar 2022, 13:55
Google
Google

RIAU24.COM -  Menko Kemaritiman dan Investasi, Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya blak-blakan mengenai wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. 

Menurut Luhut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyatakan kalau taat konstitusi. Hanya saja, ia mengingatkan, konstitusi itu dibuat oleh anggota DPR/MPR.

Seandainya Jokowi bisa memperpanjang masa jabatannya, Luhut lebih memilih menjadi penasihat Jokowi ketimbang menteri. 

"Saya kan di tahun 2024, seandainya Tuhan kasih saya (kondisi) baik-baik, saya kan akan berusia 77 tahun. Saya sudah cukup (jadi menteri). Saya kalau diminta (pilih) jadi penasihat aja, boleh lah. Tapi, kalau jadi kayak-kayak gini lagi (menteri) sudah cukup lah. Kita juga harus tahu diri lah," ungkap Luhut ketika berbicara di program siniar Deddy Corbuzier yang tayang di YouTube pada Jumat (11/3). 

Wawancara Luhut dengan Deddy di sana banyak dikritik oleh publik lantaran mantan Kepala Staf Presiden (KSP) itu tidak lagi malu-malu mendorong agar jabatan Jokowi diperpanjang. Padahal, sesuai amanat konstitusi, masa jabatan Jokowi akan berakhir pada 2024 mendatang.

Bahkan, Luhut mengklaim perpanjangan masa jabatan presiden juga merupakan keinginan dan aspirasi masyarakat di bawah. Ia mengklaim berdasarkan big data mengenai perbincangan di media sosial, ada 110 juta warganet yang mewacanakan agar pemilu 2024 ditunda.

Lantaran banyak rakyat yang ingin agar Pemilu 2024 ditunda, maka aspirasi tersebut seharusnya didengar oleh partai politik dan DPR.

“Kita kan punya big data, dari data tersebut grab 110 juta (warganet yang menggunakan beragam platform) mulai dari Facebook, Twitter, macam-macam. Di Twitter saja, ada 10 juta lah (warganet) yang membicarakan isu ini," ujarnya lagi.

Luhut mengklaim saat ini rakyat menengah ke bawah ingin situasi Indonesia tenang. Mereka, kata dia, ingin fokus kepada pemulihan ekonomi. 

"Kita kan kemarin seolah sakit gigi ketika mendengar (perpecahan) seperti kampret lah, cebong lah, kadrun lah. Itu kan menimbulkan dampak yang gak baik. Masak terus-terusan mau seperti itu. Ya, kita coba tangkap aspirasi publik dari big data tadi," ujarnya.

Mantan jenderal di Kopassus itu mengatakan ada aspirasi dari publik yang mempertanyakan untuk apa menghabiskan dana lebih dari Rp100 triliun agar Pemilu 2024 bisa digelar di tengah kondisi pandemik COVID-19. Hal itu lantaran pesta demokrasi yang digelar tidak hanya memilih presiden wakil presiden, namun rakyat juga memilih anggota legislatif dan kepala daerah. 

"Itu yang rakyat ngomong," tutur dia. 

Padahal, dalam rapat dengan Komisi II DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyatakan bersedia menurunkan nominal anggaran menjadi Rp76 triliun.

Luhut bahkan mengklaim kelompok yang mendukung ide penundaan Pemilu 2024 merupakan pemilih Partai Demokrat, PDIP, PKB, Golkar hingga Partai Gerindra.