Menu

Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Tuai Kritikan, Kegentingan yang Memaksa Dipertanyakan

Amastya 2 Jan 2023, 08:40
Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang disahkan Jokowi tuai kritikan /sinarharapan.co
Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang disahkan Jokowi tuai kritikan /sinarharapan.co

RIAU24.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.

Menanggapi hal ini Syarief Hasan selaku Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat mengkritik terbitnya Perppu tersebut.

Pasalnya, peraturan tersebut telah menyisakan banyak kontroversi, aksi demo besar-besaran sampai muncul Putusan MK yang menegaskan UU Cipta Kerja konstitusional bersyarat dan mesti diperbaiki 2 tahun setelah Putusan MK itu dibacakan.

Oleh karena itu, Syarief Hassan mengatakan Perppu Cipta Kerja ini menjadi kejutan di akhir tahun yang perlu mendapatkan atensi publik.

Dengan Perppu ini, kata Syarief semakin menunjukkan kekuasaaan legislasi bergeser sangat jauh menjadi sangat eksekutif tendensi (executive heavy).

"Saya mengkritik keras terbitnya Perppu Cipta Kerja ini. Seharusnya pemerintah dan DPR melaksanakan amanat Putusan MK dengan konsisten dan konsekuen, merumuskan dan menyepakati kembali pembentukan UU Cipta Kerja yang dinyatakan konstitusional bersyarat," kata Syarief Hasan dalam keterangannya pada (2/1/2023) dikutip sindonews.com.

"Perbaikan ini dilaksanakan dalam jangka dua tahun yang diputuskan MK. Bukan malah pemerintah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu. Tidak ada hal-ihwal kegentingan memaksa yang menjadi dasar terbitnya Perpu," tambahnya.

Selanjutnya, Syarief menilai konsekuensi negara hukum adalah segala rupa kebijakan harus mendasarkan adanya indikator yang terukur dan legalistik.

Oleh karenanya, Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini meminta pemerintah untuk sangat berhati-hati dalam menerbitkan Perppu.

Syarief menyebutkan subjektivitas Presiden jangan diartikan bahwa Presiden dapat dengan mudah menerbitkan Perppu tanpa landasan yang terukur dan dapat dipertanggung jawabkan.

Maka itu, jika mendasarkan kegentingan memaksa seperti pandemi Covid 19 dan perang Rusia-Ukraina, maka alasan ini sangatlah lemah.

"Kalau begitu, apakah berarti semua dinamika yang terjadi di tingkat global dapat menjadi landasan pembentukan Perppu? Akan ada berapa banyak Perppu yang nantinya akan diterbitkan Presiden jika cara berpikir ini dilazimkan? Apakah Republik ini akan diatur hanya dengan Perppu nantinya?" tukasnya.

Oleh karena itu, sosok yang juga anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menilai, terbitnya Perppu Cipta Kerja adalah kemunduran negara demokrasi.

(***)