Menu

Konflik Sudan: Pemerintah Upayakan Evakuasi Diplomat Amerika dan Sejumlah Negara 

Zuratul 22 Apr 2023, 22:22
Konflik Sudan: Pemerintah Upayakan Evakuasi Diplomat Amerika dan Sejumlah Negara. (Tempo.co/Foto)
Konflik Sudan: Pemerintah Upayakan Evakuasi Diplomat Amerika dan Sejumlah Negara. (Tempo.co/Foto)

RIAU24.COM - Pihak tentara Sudan mengatakan pada Sabtu (22/4/2023) bahwa saat ini mereka sedang mengkoordinasikan upaya untuk mengevakuasi warga negara Amerika Serikat (AS), Inggris, Cina, dan Prancis serta diplomat dari Sudan dengan pesawat militer. 

Kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) sebelumnya menjanjikan akan membuka kembali sebagian bandara di Sudan. 

Pimpinan tentara Sudan Jenderal Abdel Fattah Burhan telah berbicara dengan para pemimpin beberapa negara. 

Mereka meminta evakuasi yang aman bagi warga dan diplomat meninggalkan Sudan. 

Permintan ini muncul karena sebagian besar bandara utama telah menjadi medan pertempuran dan pergerakan keluar dari ibu kota, Khartoum, terbukti sangat berbahaya. "Jenderal setuju untuk memberikan bantuan yang diperlukan untuk mengamankan evakuasi semacam itu untuk berbagai negara,” kata militer.

Bandara internasional utama Sudan ditutup dan jutaan orang berlindung di dalam ruangan. Pertempuran antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Burhan dan kelompok paramiliter  berkecamuk di dalam dan sekitar Khartoum, termasuk di daerah pemukiman.

Bandara internasional di dekat pusat ibu kota telah mengalami serangan hebat ketika RSF telah mencoba untuk menguasai kompleks tersebut. Dalam upaya nyata untuk mengusir pejuang RSF, tentara Sudan telah menggempur bandara dengan serangan udara, menghancurkan setidaknya satu landasan pacu dan meninggalkan pesawat yang rusak berserakan di landasan. Tingkat kerusakan penuh di lapangan terbang masih belum jelas.

Bentrok ini membuat perwakilan negara-negara asing telah berjuang untuk memulangkan warganya. Bahkan beberapa di antaranya kekurangan makanan dan persediaan dasar semakin menipis.

Evakuasi diplomat dan WNA

Burhan mengatakan kepada stasiun pemerintah Saudi Al-Hadath, bandara Khartoum tidak akan menangani evakuasi karena pertempuran yang sedang berlangsung. Dia mengklaim bahwa militer telah mendapatkan kembali kendali atas semua bandara lain di negara itu, kecuali satu di kota barat daya Nyala.

“Kami berbagi keprihatinan komunitas internasional tentang warga negara asing. Kondisi kehidupan semakin memburuk," ujar Burhan.

Burhan menjelaskan, beberapa diplomat dari Arab Saudi telah dipindahkan melalui darat ke Port Sudan, pelabuhan utama negara itu di Laut Merah dan diterbangkan kembali ke negara asalnya.

Sedangkan diplomat Yordania akan segera dievakuasi dengan cara yang sama. Pelabuhan itu berada di timur jauh Sudan, sekitar 840 kilometer dari Khartoum.

Yordania menyatakan, sedang mengoordinasikan upayanya dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. "Memperhitungkan kondisi keamanan di lapangan," ujar pemerintah Yordania.

Pentagon mengatakan awal pekan ini, sedang memindahkan pasukan dan peralatan tambahan ke pangkalan Angkatan Laut di negara kecil Teluk Aden di Djibouti. 

Pergerakan ini dalam persiapan evakuasi personel Kedutaan Besar AS. Namun Gedung Putih mengatakan pada Jumat (21/4/2023), bahwa pihaknya tidak memiliki rencana untuk evakuasi terkoordinasi terhadap sekitar 16 ribu warganya yang terperangkap di Sudan.

Kedua pihak yang bertikai telah menyetujui gencatan senjata selama tiga hari libur Idul Fitri. Hanya saja ledakan dan tembakan terdengar di seluruh Khartoum pada Sabtu.

Sudah terjadi dua kali upaya gencatan senjata awal pekan ini juga gagal dengan cepat. Gejolak tersebut mungkin merupakan pukulan fatal bagi harapan transisi negara itu ke demokrasi yang dipimpin sipil.

Kondisi yang bergejolak ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kekacauan dapat terjadi di negara tetangganya, termasuk Chad, Mesir, dan Libya. 

“Orang-orang perlu menyadari bahwa perang telah berlangsung sejak hari pertama. Itu tidak berhenti sedetik pun,” kata sekretaris Sindikat Dokter Sudan Atiya Abdalla Atiya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bentrokan itu telah menewaskan lebih dari 400 orang sejauh ini. Pengeboman, baku tembak, dan tembakan penembak jitu di daerah padat penduduk telah menghantam infrastruktur sipil, termasuk banyak rumah sakit.

(***)