Menu

Rusia Penjarakan Mahasiswa Selama 10 Hari Karena Miliki Nama Wi-Fi Pro Ukraina

Amastya 10 Mar 2024, 18:51
Sebuah penjara di ibu kota Rusia, Moskow /net
Sebuah penjara di ibu kota Rusia, Moskow /net

RIAU24.COM - Seorang mahasiswa Rusia dipenjara selama 10 hari di Moskow setelah ia menggunakan slogan pro-Kyiv sebagai nama jaringan wi-fi-nya.

Jaringan ini dinamai oleh mahasiswa Universitas Negeri Moskow sebagai ‘Slava Ukraini!’ yang berarti ‘Kemuliaan bagi Ukraina!’.

Dia dinyatakan bersalah oleh pengadilan Moskow karena menampilkan simbol organisasi ekstremis pada Kamis (7 Maret).

Sejak awal perang Rusia-Ukraina, ribuan orang telah dijatuhi hukuman penjara atau denda karena mendukung Ukraina atau mengkritik invasi Rusia.

Polisi menangkap siswa tersebut pada Rabu pagi (7 Maret) di Moskow setelah seorang petugas polisi melaporkan nama jaringan tersebut kepada pihak berwenang.

Sesuai dokumen pengadilan, kamarnya yang berada di dalam akomodasi mahasiswa universitas diperiksa oleh petugas polisi setelah itu mereka menemukan komputer pribadinya dan router wi-fi.

Menurut pengadilan, ia telah menggunakan jaringan untuk mempromosikan slogan 'Slava Ukraina!' kepada jumlah pengguna yang tidak terbatas dalam jangkauan wi-fi. Polisi menyita router.

Para pendukung Ukraina telah menggunakan ‘Slava Ukraina’ sebagai seruan dan secara teratur dinyanyikan dalam protes terhadap invasi skala penuh ke Rusia yang diluncurkan pada 24 Februari 2022.

Pengadilan memutuskan siswa bersalah atas 'demonstrasi simbolisme Nazi di depan umum'

Pengadilan juga menyatakan mahasiswa itu bersalah atas demonstrasi simbolisme Nazi di depan umum atau simbol organisasi ekstremis.

Presiden Rusia Vladimir Putin selalu mengklaim bahwa rezim neo-Nazi hadir di Ukraina dan telah menggunakan alasan ini untuk membenarkan invasinya.

Mahasiswa tersebut telah bergabung dengan daftar panjang warga Rusia yang menghadapi hukuman karena membuat komentar atau melakukan beberapa tindakan menentang perang.

Pada bulan Februari, ratusan orang ditahan di Rusia setelah mereka meletakkan bunga untuk mengenang pemimpin oposisi Alexei Navalny, yang meninggal dalam keadaan mencurigakan saat tinggal di penjara Lingkaran Arktik.

Di Rusia, konflik tidak diperbolehkan disebut ‘perang’ dan harus disebut sebagai ‘operasi militer khusus’.

Menurut Amnesty International, lebih dari 21.000 orang tahun lalu menjadi sasaran undang-undang represif Rusia yang digunakan untuk menindak aktivis anti-perang.

Kelompok hak asasi manusia mengklaim bahwa pengadilan yang sangat tidak adil digunakan untuk menjatuhkan hukuman penjara dan denda besar untuk membungkam kritik dalam menanggapi perbedaan pendapat sekecil apa pun.

(***)