Rocky Gerung, dari Oposisi ke Kekuasaan? Membaca Sinyal Politik di Balik Foto-Foto "Green Policing"
"Kalau saya nanti diberi jabatan, saya tetap akan mengkritik kekuasaan. Jabatan itu hanya alat, bukan tujuan," ujar Rocky suatu ketika dalam diskusi publik di 2023. Kutipan ini masih relevan – dan berbahaya – bagi kekuasaan mana pun yang berniat memeluknya.
Dalam skema politik praktis, Rocky bisa menjadi menteri, penasihat, atau bahkan sekadar think tank informal. Tapi konsekuensinya jelas: Prabowo harus siap menghadapi oposisi dari dalam rumahnya sendiri.
Efek Domino di Peta Politik Nasional
Jika Rocky bergabung, efeknya tidak berhenti di Istana. Konstelasi oposisi akan bergeser. Kelompok kritis seperti akademisi, aktivis mahasiswa, dan LSM, yang selama ini melihat Rocky sebagai ikon perlawanan, bisa terpecah. Sebagian akan merasa dikhianati, sebagian lagi mungkin mengikuti langkahnya ke dalam ruang kompromi baru.
Peta dukungan politik sipil juga berubah. Rezim Prabowo akan lebih sulit dilabeli sebagai "otoriter murni" bila mampu mengintegrasikan tokoh oposisi semacam Rocky. Ini mirip strategi co-optation ala Orde Baru, saat Soeharto mengajak sebagian oposisi masuk sistem untuk meredam resistensi.
Namun perbedaannya, kini publik lebih cerdas, lebih skeptis, dan lebih cepat bereaksi. Kegagalan Rocky menjaga integritas bisa berujung pada kehancuran reputasi yang selama ini ia bangun dengan susah payah.