Kisah Gambut dan Sagu, Bersama RAPP Merawat sang Permata Kehidupan di Kepulauan Meranti
Menjaga hutan yang tersisa adalah tradisi turun temurun warga di Kepulauan Meranti sejak nenek moyang dahulu. Pohon yang ditebang tidak boleh sembarangan. Pohon-pohon besar harus dilindungi dan tidak dirusak sama sekali. Karena selain menjadi penyangga hutan, pohon juga menjadi batas lahan masing-masing warga. Masyarakat diajarkan jika menebang pohon harus diganti dengan tanaman sagu.
RIAU24.COM - Debu yang beterbangan menutupi jarak pandang ketika satu persatu truk yang membawa hasil kebun seperti batang sagu dan sawit melintasi jalan aspal di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
Berada di hamparan pulau, Sungai Tohor menyimpan banyak potensi alam. Salah satunya adalah sagu. Konon kabarnya, kualitas sagu Sungai Tohor ini sangat baik. Di daerah rawa bergambut desa itu, pohon sagu tumbuh dengan subur hingga ribuan hektar. Sagu dan gambut merupakan dua hal tak terpisahkan bagi masyarakat Desa Sungai Tohor karena menjadi intan serta permata kehidupan dari sejak dahulu kala.
Di sebuah lahan gambut kering, seorang pria tampak terseok-seok membawa tumpukan batang pohon sagu yang terikat dengan tali bekas ban dalam diatas gerobak. Gerobak ditarik menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Dibawah terik matahari yang menyengat, ia berjalan pelan untuk menjaga keseimbangan agar batang sagu yang dia bawa tidak berhamburan ke tanah.
Gerobak merupakan salah satu alat transportasi yang digunakan oleh warga di kabupaten berjuluk Kota Terubuk ini untuk membawa hasil kebun, tidak terkecuali batang tanaman kaya karbohidrat itu. “Sagu ini mau saya bawa ke tepi laut, nanti balik lagi ke kebun,” ujar pria bernama Bakri (35), Kamis (18/03/2025).
