Menu

Inses Dilakukan Usia Dewasa dan Sama-sama Suka Tak Bisa Dihukum

Rizka 20 May 2025, 15:01
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai kasus grup media sosial yang diduga menyebarkan konten inses dan perilaku seksual menyimpang menjadi alarm serius bagi sistem hukum di Indonesia.

Reza mengatakan ada permasalahan hukum yang dialami aparat untuk menghukum para pelaku di dalam grup tersebut. Pasalnya, tidak ada hukum yang secara spesifik untuk memidanakan pelaku inses.

Reza menuturkan, jika ada peristiwa semacam itu terjadi, maka bisa dijerat dengan beberapa kriteria.

"Sayangnya, Indonesia tidak memiliki hukum spesifik tentang inses. Tapi, para pelakunya bisa dijerat pidana jika memenuhi kriteria sebagai kekerasan seksual."

"Yaitu, pertama dilakukan terhadap anak-anak beruisia 0 hingga sebelum 18 tahun. Lalu, dilakukan dengan paksaan yang berarti bersifat nonkonsensual atau ada relasi kuasa yang asimetris."

"Selanjutnya, terjadi perzinaan, yaitu dilakukan oleh salah satu pihak atau kedua pihak yang mana masing-masing sudah menikah," jelas Reza dalam keterangan tertulis pada Senin (19/5).

Namun, Reza mengungkapkan ada celah hukum jika orang yang melakukan hubungan secara inses sama-sama sudah berusia dewasa.  Dia mengungkapkan mereka tidak bisa dipidana, bahkan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Sekarang bayangkan, apa yang terjadi jika mereka yang melakukan inses itu adalah seorang ibu dan anak laki-lakinya yang berumur 20 tahun (belum menikah) dan mereka setuju melakukan itu?"

"Pahitnya, mereka tidak bisa dipidana. UU kita, bahkan UU TPKS tidak bisa menjangkau mereka," kata dia.

Reza pun mengkritik pasal yang tertuang dalam UU TPKS karena dianggapnya tidak memiliki nilai moral.

Sehingga, dia mengatakan meski ada UU TPKS, masyarakat tetap tidak bisa terlindung sepenuhnya dari berbagai macam bentuk kekerasan seksual, termasuk inses.

"Saya sebut amoral karena pasal-pasal itu tidak menjiwai nilai-nilai moralitas, etik, dan kesakralan seks yang ada di masyarakat kita."

"Berbagai bentuk orientasi dan perilaku seksual tidak pula terjangkau, sehingga membuat masyarakat kita tidak terlindungi dari berbagai bentuk kebejatan dan perbuatan amoral itu," katanya.

Reza mengungkapkan perlu adanya revisi UU TPKS berkaca dari kasus inses semacam ini. Selain itu, perlu adanya penambahan pasal dalam UU Perlindungan Anak agar seluruh pihak dari seluruh kalangan terlindung dari berbagai kekerasan seksual hingga perilaku seksual menyimpang.

Lebih lanjut, terkait adanya grup Facebook 'Fantasi Sedarah', Reza mengatakan bahwa itu memang sudah terbukti sebuah bentuk tindak pidana.

Adapun para pelaku bisa dijerat dengan UU Perlindungan Anak, UU Pornografi, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Tinggal lagi seberapa jauh otoritas penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, akan memroses pidana anggota Facebook tersebut yang jumlahnya puluhan ribu itu," tuturnya.