Trump Minta Data Pribadi Warga RI Ditukar dengan Penurunan Tarif Impor: Ini Respons Pemerintah Indonesia
UU PDP Indonesia mengatur ketat soal transfer data ke luar negeri, sebagaimana tertuang dalam Pasal 56. Dalam pasal tersebut, transfer hanya dapat dilakukan ke negara yang memiliki tingkat perlindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi dari Indonesia. Jika tidak, pengendali data wajib memastikan adanya perlindungan memadai atau memperoleh persetujuan eksplisit dari pemilik data.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa kerja sama ini bertujuan murni untuk kelancaran pertukaran barang dan jasa tertentu. Ia menegaskan bahwa pertukaran data dilakukan hanya kepada negara yang memiliki sistem perlindungan data pribadi yang memadai.
"Tujuannya komersial, bukan untuk pengelolaan data warga oleh negara lain. Ini untuk transparansi dalam perdagangan, seperti siapa penjual dan pembeli. Kami hanya bertukar data sesuai UU PDP, dan hanya dengan negara yang diakui bisa melindungi data pribadi," ujar Hasan.
Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengatakan pihaknya masih melakukan koordinasi terkait permintaan dari AS tersebut. Ia mengaku belum bisa memberikan keterangan rinci sebelum bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
"Kami diundang untuk berkoordinasi oleh Menko Perekonomian. Saya belum tahu topik pastinya, tapi setelah pertemuan besok mungkin akan ada pernyataan resmi," kata Meutya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (23/7).
Selain aspek hukum, isu ini juga menyentuh regulasi penyimpanan data di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, data sektor publik wajib disimpan di server dalam negeri. Sedangkan untuk sektor swasta, masih diperbolehkan menyimpan data di luar negeri, kecuali untuk transaksi keuangan yang diwajibkan berada di Indonesia.