Menu

Jejak Langkah Strategis PTPN I di Panggung Karet Nasional dan Global

Devi 15 Aug 2025, 11:22
Jejak Langkah Strategis PTPN I di Panggung Karet Nasional dan Global
Jejak Langkah Strategis PTPN I di Panggung Karet Nasional dan Global

RIAU24.COM - Di tengah gempuran tantangan industri perkebunan yang kian kompleks, mulai dari fluktuasi harga komoditas, tekanan geopolitik, regulasi keberlanjutan global, hingga perubahan iklim yang ekstrem, PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) membuktikan kapasitasnya sebagai salah satu pemain kunci dalam industri karet nasional dan global. Tidak hanya dari sisi kapasitas produksi, tapi juga dalam membangun sistem industri yang terintegrasi, efisien, dan berorientasi keberlanjutan.

Di bawah nakhoda Teddy Yunirman Danas, yang mulai menjabat sebagai Direktur Utama PTPN I pada akhir 2023, perusahaan ini melaju dengan langkah yang terukur tapi progresif. “Kunci keberhasilan adalah konsistensi dalam melakukan penyempurnaan dan menjadi pembelajar yang terus-menerus. Inilah yang kami jalankan di PTPN I untuk membuka ruang bagi inovasi dan kemajuan,” kata Teddy penuh optimisme.

Sebagai entitas hasil merger sembilan PTPN yang tersebar dari Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi, kini PTPN I menjadi salah satu perusahaan perkebunan terluas dan paling beragam komoditasnya, antara lain kelapa sawit, karet, tebu, teh, kopi, kakao, tembakau, kayu-kayuan, dan hortikultura.

“Kunci keberhasilan adalah konsistensi dalam melakukan penyempurnaan dan menjadi pembelajar yang terus-menerus. Inilah yang kami jalankan di PTPN I untuk membuka ruang bagi inovasi dan kemajuan.”

Namun, di antara beragam portofolio itu, karet menjadi salah satu tulang punggung bisnis utama. Dengan luas areal tanam sekitar 56.000 hektare yang tersebar di berbagai regional strategis, PTPN I memiliki posisi unik sebagai produsen karet BUMN terbesar di Indonesia.

Secara nasional, produksi karet Indonesia mengalami tekanan. Pada 2024, produksi nasional turun 9,8% menjadi 2,04 juta ton. Hal ini disebabkan oleh cuaca ekstrem, penyakit tanaman, serta alih fungsi lahan petani ke komoditas yang dianggap lebih menguntungkan seperti kelapa sawit. Namun di sisi lain, permintaan karet alam global justru meningkat, terutama dari industri otomotif dan kendaraan listrik yang membutuhkan karet berkualitas tinggi untuk produksi ban.

PTPN I merespons peluang itu dengan strategi yang menyeluruh. Produktivitas kebun ditingkatkan lewat pemupukan presisi, penggunaan klon unggul hasil riset PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), serta penerapan sistem sadap single cut dan rainguard.

Dalam dua tahun terakhir, produktivitas meningkat dari 1 ton per ha menjadi 1,3 ton per ha, bahkan di beberapa lokasi mencapai lebih dari 2 ton per ha. Target jangka menengah pun disiapkan untuk menembus 2,5 ton per ha.

“Kami dorong produktivitas, bukan sekadar memperluas lahan. Ini soal efisiensi, bukan ekstensifikasi,” kata Teddy, yang selama lebih dari dua dekade berpengalaman di industri perbankan,.

Di sisi hilir, PTPN I tidak tinggal diam. Pabrik-pabrik pengolahan yang sebelumnya idle diaktifkan kembali, sementara pabrik rubber smoke sheet (RSS) dan crumb rubber dibangun untuk memperkuat nilai tambah. Penjualan juga mulai bergeser dari pola lelang ke sistem direct selling, yang memungkinkan perusahaan mengunci harga premium langsung dari buyer.

“Kami ingin masuk lebih dalam ke rantai nilai, tidak sekadar menjual bahan baku. Direct selling memberikan margin lebih baik dan memastikan traceability,” kata peraih gelar magister dan insinyur dari IPB University ini.

Keberhasilan ekspor perdana RSS I ke Amerika Serikat pada 2025 menjadi tonggak penting perjalanan internasionalisasi PTPN I. Produk ini sudah memenuhi regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang menuntut bahwa komoditas harus bebas deforestasi dan bisa ditelusuri hingga ke titik asal.
“Kami tidak hanya menembus pasar global, tetapi juga membuktikan bahwa BUMN mampu bersaing dalam standar keberlanjutan tertinggi,” ujar peraih Mandiri Innovation Award (2015) dan Employee of the Year (2012) ini.

Namun, ekspansi bukan sekadar menambah volume penjualan. PTPN I mempersiapkan struktur bisnis dan organisasi yang adaptif terhadap tantangan baru. Salah satu langkah besarnya ialah transformasi digital melalui implementasi D’Farm (Digital Farming), yang mencakup digitalisasi proses tanam, panen, pengolahan, hingga pemasaran.

Teknologi Internet of Things (IoT) digunakan untuk memantau suhu dalam proses pengasapan karet, sementara kecerdasan buatan (AI) diterapkan pada sistem CCTV untuk deteksi potensi bahaya kebakaran. “Dengan dashboard digital, kami bisa memantau kondisi operasional di semua regional secara real time. Ini revolusi dalam manajemen perkebunan,” ungkap kelahiran Malang, 24 Juni 1966 ini.

Tak kalah penting, tata kelola perusahaan juga diperkuat. Teddy menekankan pentingnya integritas, transparansi, dan disiplin dalam pengambilan keputusan. “Kami memperbaiki sistem reward and punishment, menyederhanakan struktur manajerial, dan membangun budaya kerja yang berorientasi pada hasil. Ini bukan reformasi kosmetik, tapi menyentuh jantung operasional perusahaan,” katanya.

Dalam hal keberlanjutan, PTPN I tidak hanya bicara sertifikasi, tapi juga aksi nyata. Perusahaan telah memperoleh berbagai standar internasional, seperti ISO 14001, Rainforest Alliance, dan Ecovadis.

Selain itu, PTPN I juga menjajaki peluang perdagangan karbon (carbon trading), dengan memanfaatkan tanaman tahunan seperti karet, teh, dan kopi sebagai penyerap emisi. “Ke depan, kami tidak hanya menjual komoditas, tapi juga jasa lingkungan. Green business adalah masa depan kami,” Teddy menegaskan.

PTPN I pun memperkuat kemitraan dengan petani lokal melalui skema non-plasma, mencakup penyediaan bibit unggul, pelatihan teknis, dan akses pembiayaan. Dengan 86% produksi karet nasional berasal dari petani rakyat, langkah ini menjadi penting untuk menjamin keberlanjutan pasokan dan pemerataan manfaat ekonomi.

“Kami bukan hanya perusahaan dagang, tapi bagian dari ekosistem pembangunan nasional. Memberdayakan petani adalah bagian dari misi kami,” katanya tandas.

Di tengah tantangan tenaga kerja yang kian pelik —di mana generasi muda enggan bekerja di kebun— PTPN I menghadapi persoalan regenerasi SDM. Namun, Teddy memandang ini sebagai peluang untuk memodernisasi proses kerja.

“Kami tidak bisa menghindari tren. Justru karena itu kami dorong digitalisasi dan mekanisasi. Dengan teknologi, pekerjaan di kebun akan lebih menarik bagi generasi muda,” ia menjelaskan.

Dalam hal kontribusi terhadap industri nasional, PTPN I memang baru menyumbang sekitar 3% dari total produksi nasional. Namun, dengan penguasaan teknologi, jangkauan pasar ekspor, dan standar kualitas global, pengaruhnya jauh lebih besar dari angka itu. PTPN I juga menjadi contoh sukses bagaimana BUMN bisa menjalankan peran ganda: mencetak laba sekaligus membangun ekosistem yang adil dan berkelanjutan.

Ke depan, visi Teddy sangat jelas. Ia ingin menjadikan PTPN I sebagai pusat unggulan industri karet nasional yang berbasis inovasi, efisiensi, dan keberlanjutan. Inisiatif strategis pun dirancang dalam empat pilar, yaitu optimalisasi aset, penguatan komoditas perkebunan (terutama karet, kopi, dan teh), green business (termasuk carbon trading), dan pengembangan ekowisata berbasis edukasi. “Kami tidak ingin hanya menjadi produsen karet. Kami ingin menjadi enabler industri yang kuat, modern, dan bertanggung jawab,” ia menegaskan.

Dengan pendekatan end-to-end, dari penguatan hulu hingga penguasaan hilir, kini PTPN I menapaki jalur transformasi menyeluruh yang menjadikannya lebih dari sekadar perusahaan karet. Perusahaan ini adalah simbol harapan baru industri agribisnis nasional, sebuah entitas yang bukan hanya bertahan dalam gejolak, tapi juga menorehkan arah baru menuju panggung global. ***