Menu

Puluhan Anggota Paskibra Menangis Saat Laksanakan Tugas, Ternyata Ini Penyebabnya

Siswandi 18 Aug 2019, 23:31
Anggota Paskibra yang menunaikan tugas dengan seragam sekolah. Foto: int
Anggota Paskibra yang menunaikan tugas dengan seragam sekolah. Foto: int

RIAU24.COM -  Suasana haru dan sedih, mewarnai peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan ke-74 RI, yang digelar di Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Sabtu (17/8/2019).

Suasana itu bermula, ketika 28 anggota Paskibra tingkat kecamatan yang ditugaskan untuk mengibarkan Bendera Merah Putih, tiba-tiba menangis saat melaksanakan tugas. Akibatnya, para peserta dan undangan yang hadir, juga ikut menangis.

Selidik punya selidik, ternyata hal itu dipicu rasa sedih mereka, karena tidak diberikan seragam Paskibra oleh panitia kecamatan. Sehingga saat itu mereka hanya mengenakan pakaian seragam sekolah.

Meski kecewa, namun mereka tetap menjalankan tugas dengan baik hingga upacara selesai.

Dilansir kompas, Minggu 18 Agustus 2019, salah seorang siswa anggota Paskibra mengaku kecewa, karena saat latihan, mereka sudah dijanjikan akan diberi fasilitas, khususnya seragam paskibra.


"Kami semua merasa sangat sedih dan menangis saat menjalankan tugas karena kami melakukannya hanya dengan baju seragam SMA,” lontarnya.

Siswa tersebut mengungkapkan, saat latihan, dia dan teman-temannya telah dijanjikan panitia kecamatan akan diberikan seragam Paskibra, namun hingga tanggal 16 Agustus 2019 belum juga ada kepastian.

Sehingga saat upacara HUT kemerdekaan berlangsung. mereka terpaksa hanya menggunakan seragam sekolah.

“Karena waktu sudah sangat mepet, kami langsung mengambil inisiatif untuk menggunakan seragam sekolah. Sejujurnya, kami sangat kecewa, tapi demi negara kami tetap menjalankan tugas yang mulia itu. Kami hanya malu dengan kecamatan lain, mereka menggunakan seragam paskibra, dan kami hanya menggunakan seragam sekolah,” ujarnya.

Kecam Camat
Terkait kondisi itu, kecaman pun bermunculan. salah satunya dilontarkan tokoh masyarakat setempat, Hery Patty (62). Menurutnya, hal itu menunjukkan camat telah gagal melaksanakan tugasnya.

"Untuk skala kecamatan, sangat tidak mungkin kalau fasilitas kepada Paskibra tidak ada. Sangat miris sekali kita melihat 28 Paskibra berpakaian seragam SMA sambil menangis saat menjalankan tugasnya,” lontarnya.

Dia mengatakan, kegiatan HUT Kemerdekaan RI untuk tingkat kecamatan tentu telah disiapkan anggarannya dari pemerintah kabupaten. Sehingga, sangat disayangkan jika anggaran tersebut tidak digunakan untuk menyukseskan kegiatan itu.

"Memang benar subtansi dari pengibaran bendera itu bukan ada di pakaiannya anggota Paskibra. Tapi, bukan berarti tidak ada fasilitas yang diberikan kepada anak-anak yang menjalankan tugas pengibaran bendera kan," tandasnya.

Komentar senada juga datang dari Warga lainnya, Ebhil Pattimura. "Ini soal tanggung jawab pimpinan. Kami merasa kecewa. Harusnya camat selaku pimpinan wilayah tertinggi di kecamatan, sudah seharusnya mempersiapkan dari jauh-jauh hari serta berfikir bagimana cara mengatasi persoalan perlekapan Paskibra," ujarnya.

Apalagi, tambahnya, kejadian seperti ini bukan sekali ini saja terjadi. Menurutnya, kondisi ini terjadi sejak tahun 2011 lalu.

Mirisnya lagi, kata dia, anggota Paskibra selalu dibebankan untuk mencari seragam sendiri.

"Padahal kalau mau dilihat, ini mewakili kecamatan, bukan mewakili desa atau sekolah. Tapi camat tidak pernah merasa tanggung jawab terkait persoalan ini,” ujarnya.

Tak Ada Anggaran

Sementara itu, Camat Amalatu Adaweya Wakano menuturkan, kondisi itu terjadi karena pihak kecamatan tidak punya anggaran untuk memfasilitasi dan membiayai pengadaan seragam bagi anggota Paskibra.

Selama ini, anggaran Paskibra didapat melalui sumbangan sekolah dan para guru serta pemerintah desa.

“Saya sudah sampaikan ke kepala sekolah bahwa selama ini kita tidak punya anggaran soal ini, jadi saya bilang mereka (Paskibra) cari pakaian nanti saya tanggung apa yang kurang seperti garuda, sarung tangan, dan perlengkapan lain. Itu saya siapkan,” ujarnya.

Dia mengaku, beberapa hari menjalang upacara, seksi usaha dana yang berasal dari SMA negeri setempat mendatanginya dan meminta agar panitia tingkat kecamatan yang membantu menyediakan seragam Paskibra.

Namun, karena waktunya yang sudah semakin mepet, dia kemudian meminta panitia agar dapat berbicara dengan seksi usaha dana dari pihak sekolah untuk mencari jalan alternatif. Salah satunya, menyewa seragam Paskibra untuk digunakan saat upacara berlangsung.

“Saya katakan kepada panitia karena ini sudah tinggal dua minggu lagi, kalian pergi bicara dengan guru-guru agar menyewa seragam nanti panitia kecamatan yang bayar. Sudah clear, tapi empat hari menjelang upacara sekolah meminta panitia harus mencari seragam,” ungkapnya.

Menurut Wakano, karena terjadi tarik ulur, dia kemudian berbicara dengan pelatih Paskibra dan saat itu disepakati 8 anggota Paskibra akan menggunakan seragam Paskibra sementara lainnya menggunakan seragam sekolah.

“Saat sudah sepakat, giliran guru-guru SMA yang menolak. Jadi mereka ini menyangka bahwa setiap tahun saya ini dapat uang HUT 17 agustus dari kabupaten,” katanya.

Wakano menegaskan, sangat keliru jika ada pihak yang menuding dirinya telah menerima anggaran upacara kemerdekaan dari pemerintah kabupaten.

“Ada informasi yang beredar bahwa setiap tahun saya itu dapat dana Rp 17 juta untuk acara ini, saya sudah laporkan itu ke Kesbangpol Seram Bagian Barat, nanti Senin besok ada guru yang dipanggil untuk menjelaskan darimana informasi itu didapat. Jadi saya tidak mau salahkan siapa-siapa tapi kita harus clear kan masalah ini,”ungkapnya. ***